KoranMandala.com -Persidangan kasus penipuan dan penggelapan yang melibatkan pengusaha tekstil, Miming Theniko, kembali digelar pada Kamis 20 Februari 2025. Saksi ahli pidana dari Universitas Tarumanegara, Heri Firmansyah, dihadirkan dalam persidangan tersebut.
Menurut Heri, penegakan hukum harus profesional dan akuntabel untuk menghindari dampak hukum yang merugikan seseorang. “Jika luput di penyidikan dan penuntutan, majelis hakim bisa mengambil kebijaksanaan untuk menegakkan keadilan hukum,” katanya.
Heri juga menyoroti pentingnya validasi barang bukti dalam persidangan. Barang bukti harus sesuai dengan pasal 39 KUHAP, sementara alat bukti mengacu pada pasal 184 KUHAP. “Jika tidak relevan, barang bukti seharusnya diabaikan,” ujarnya.
Kuasa hukum Miming Theniko, Edward Edison Gultom, menegaskan bahwa keterangan ahli sangat penting dalam perkara ini. “Ahli menjelaskan unsur pasal 378 dan 372 KUHP, yang menuntut adanya keuntungan bagi terdakwa. Faktanya, klien kami justru mengalami kerugian,” kata Edward.
Dalam dakwaan, Miming disebut menggelapkan Rp 100 miliar. Namun, menurut Edward, terdakwa justru membayar lebih sekitar Rp 1,3 miliar. “Kami optimis JPU tidak bisa membuktikan dakwaan ini karena faktanya justru sebaliknya,” tambahnya.
Yopi Gunawan, kuasa hukum lainnya, menambahkan bahwa jika dakwaan tidak terbukti, jaksa seharusnya menuntut bebas terdakwa. Ia juga menyoroti dugaan penggunaan cek kosong dalam kasus ini.
“Ahli meminta agar cek kosong ditinjau secara menyeluruh. Jika cek belum digunakan atau sudah diganti, maka tidak serta-merta menjadi tindak pidana,” ujar Yopi.
Edward menegaskan bahwa sebagian besar barang bukti dalam kasus ini adalah cek yang belum digunakan. “Seperti pisau dalam kasus penusukan, barang bukti harus berhubungan langsung dengan tindak pidana,” pungkasnya.