Koran Mandala -Banyak pihak sedang khawatir Indonesia kembali menerapkan “Dwi Fungsi ABRI” menyusul diloloskannya darft RUU TNI baru. Masyarakat ingin supremasi hukum tetap dipertahankan dan menolak Machstaat kembali mencengkram kehidupan bernegara di tanah air.
Reformasi hukum acara pidana menjadi kepentingan masyarakat yang tak boleh dilupakan dalam sistem peradilan pidana modern.
Sistem ini harus mampu beradaptasi dengan tantangan baru, tetap tunduk pada supremasi hukum, dan melindungi hak asasi manusia.
Polisi Jaga Ketat Kampus Unpar Pasca Ancaman Teror Bom Lewat Surat Kaleng
DPC Asosiasi Advokat Indonesia (AAI) Bandung dan Fakultas Hukum Universitas Katolik Parahyangan menyusun kajian akademik terkait RUU Hukum Acara Pidana.
Ketua Tim Pengkaji RUU HAP, Budi Prastowo, menyatakan kajian ini disusun melalui forum diskusi (FGD).
“Tim AAI-Unpar akan membedah dan mengkritisi RUU HAP, terutama isu-isu paling fundamental dalam sistem peradilan pidana,” kata Budi, Senin 24 Maret 2025.
Akses terhadap draf RUU HAP masih terbatas dan hanya dapat diperoleh melalui permintaan resmi ke sekretariat DPR.
Kajian ini menyoroti tiga isu utama, yaitu keadilan restoratif, akses tersangka terhadap penasihat hukum, dan keseimbangan kewenangan penyidikan.
“Kami mengusulkan jalan tengah untuk membangun sistem peradilan pidana yang adil dan berorientasi pada hak asasi manusia,” ujar Budi.
Ketua DPC AAI Bandung, Aldis Sandhika, menambahkan hasil kajian ini akan disempurnakan melalui diskusi publik.
“Diskusi akan digelar Senin (9/4), melibatkan media, akademisi, praktisi hukum, dan masyarakat luas,” kata Aldis.