Begini kesaksian mantan eks NII tentang Al Zaytun dan Panji Gumilang sesungguhnya.
KORANMANDALA.COM – Dugaan masyarakat tentang masih adanya organisasi terlarang Negara Islam Indonesia (NII) ternyata tak salah. Awal mula kecurigaan masyarakat tentang NII setelah sederet kasus kontroversi di Pondok Pesantren Al Zaytun, Indramayu, muncul.
Belakangan, dugaan masyarakat semakin menguat karena didukung kesaksian oleh beberapa orang yang mengaku pernah menjadi anggota NII.
Bahkan, nama pemimpin Pondok Pesantren Al Zaytun, Panji Gumilang ikut terseret karena diduga menjadi satu diantara pentolan NII.
Berdasarkan informasi yang berhasil dihimpun Koran Mandala, organisasi terlarang yang diduga di dalamnya ada peran Panji Gumilang ini, bukanlah NII yang eksistensinya sempat diberangus pada masa orde lama.
Pasalnya, Imam NII bernama Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo, yang juga menjabat sebagai Panglima DI / TII (Darul Islam /Tentara Islam Indonesia) dieksekusi oleh rezim Soekarno pada September 1962 karena dituduh makar.
Dalam jurnal ilmiah berjudul ‘Negara Islam Indonesia: Konsepsi Shajarah Tayyibah dalam Konstruk Negara Islam’ karya Syofyan Hadi, pascakepemimpinan S.M. Kartosoewirjo, tongkat komando NII kemudian dipegang oleh Kahar Muzakkar (1962 – 1965), kemudian oleh Agus Abdullah (1965 – 1970) dan Teungku Daud Beureuh (1970 – 1980).
Di kepemimpinan inilah, NII terpecah menjadi beberapa faksi karena terjadi perselisihan paham dan pendapat tentang siapa yang lebih berhak menggantikan posisi Imam NII.
Diantara faksi yang berseteru ini yaitu kubu Mujahidin dalam wadah Fillah di bawah komando Djaja Sujadi, dan Mujahidin dalam wadah Sabilillah di bawah komando Adah Djaelani Tirtapradja.
Kemudian kubu Sabilillah ini pecah lagi menjadi beberapa faksi, yaitu Faksi Abdullah Sungkar, yang meliputi wilayah Jawa Tengah dan Yogyakarta; faksi Atjeng Kurnia yang meliputi wilayah Bogor, Serang, Purwakarta, dan Subang; faksi Ajengan Masduli yang meliputi wilayah Puwokerto, Subang, Cianjur, Jakarta dan Lampung; faksi Abdul Fatah Wiranagapati yang meliputi wilayah Garut, Bandung, Surabaya dan Kalimantan; dan faksi Gaos Taufik yang meliputi wilayah Pulau Sumatera.
Perpecahan terus melanda para tokoh dan anggota NII ini. Hal itu terjadi pada tahun 1990-an saat pelimpahan dari Adah Djaelani kepada Abu Toto (diduga identitas lain dari Panji Gumilang) yang menurut anggota lainnya dianggap tidak pernah terdaftar sebagai anggota DI.
Bahkan, Abu Toto dianggap banyak memutarbalikkan sejarah perjuangan jihad menegakkan Negara Islam, menyelewengkan pemikiran politik kenegaraan yang telah dirumuskan Imam Kartosoewirjo.
Namun, NII gaya baru atau Neo NII diduga di bawah kepemimpinan Abu Toto atau Panji Gumilang ini diduga mengadopsi embrio ideologi S.M Kartosoewirjo yang digunakan untuk meproklamirkan negara Islam pada 7 Agustus 1949. Sehingga pengadopsian ideologi inilah yang akhirnya diduga mampu melanggengkan NII di Indonesia hingga saat ini.
Meski demikian, eksistensi Neo NII diduga di bawah kepemimpinan Panji Gumilang ini terbilang senyap dan hanya diketahui oleh para anggota yang sudah berbaiat.
Dari hasil penulusuran, Koran Mandala berhasil menemui dua orang anggota Eks NII yang memiliki andil dan tanggung jawab besar dalam mengurus keberlangsungan NII di Jawa Barat.
Kedua Eks NII ini bermukim di wilayah Bandung Timur. Mereka berinisial AD (56) dan AK (48).
AD merupakan seorang panglima, sementara AK merupakan seorang camat versi NII. Keduanya saat masih aktif, mengemban tugas untuk wilayah teritorial Jabar Selatan yang meliputi Bandung, Bogor, Garut, dan Sukabumi atau yang disebut Komandemen Wilayah (KW) 7.
Kedua anggota eks-NII ini kemudian memberikan kesaksian mengenai NII ini ke Koran Mandala, hingga membeberkan keterkaitan organisasi terlarang tersebut dengan Pondok Pesantren Al Zaytun dan juga Panji Gumilang.
Bagaimana kesaksiannya? simak selengkapnya di bawah ini!
Awal Bergabung ke NII dan Cara Perekrutan Anggota Baru
Sebelum bergabung dengan NII, AD dan AK memiliki pekerjaan yang tetap dan membuat keluarganya cukup terpandang. AD dan AK sebetulnya memiliki hubungan sebagai saudara dekat. Keduanya sama-sama berbaiat ke NII.
Bagi AD dan AK, berbaiat ke NII dianggap sebagai kesalahan yang sangat fatal. Sebab, gegara bergabung dengan organisasi terlarang tersebut, keduanya kini menjadi buruh serabutan dengan pengasilan tidak menentu.
AD yang dulunya merupakan pegawai dengan penghasilan yang tak main-main, kini hanya menjadi tukang ojek pangkalan. Sementara suadaranya, AK, kini beprofesi sebagai juru foto acara.
Baik AD maupun AK mengaku, harta bendanya habis disedot dengan dalih untuk perjuangan pergerakan negara mereka (NII) saat itu. Dia pun memastikan dengan sungguh-sungguh bahwa harta dan bendanya dikuras dan bermuara ke Pondok Pesantren Al Zaytun.
Awal Bergabung
AD mengaku jika dirinya bergabung dengan NII mulai tahun 1992 hingga 2004. Pun demikian dengan AK yang menyusul beberapa tahun kemudian untuk bergabung dengan AD.
Awal keduanya bergabung, diakui AD, lantaran mendapat doktrin agama yang didapat dari seorang anggota NII yang dia kenal sebelumnya.
“Pada waktu itu saya sedang dalam proses pencarian jati diri, hingga akhirnya saya ketemu dengan seseorang yang kemudian berdialog tentang masalah agama. Saya pun terbuai hingga akhirnya masuk menjadi anggota NII pada waktu itu. Beberapa tahun kemudian AK pun ikut gabung,” kata AD, saat berbincang di sebuah rumah makan di wilayah Cileunyi, Kabupaten Bandung, belum lama ini.
Selama bergabung di NII, pemahaman yang didapatkan AD dan AK, yaitu diberi doktrin yang menjadi prinsip, jika mengaku sebagai orang Islam maka harus hidup dan berada di negara Islam.
“Nah, baru bisa dikatakan orang Islam dengan penerapan hukum dan sistem pemerintahan Islam. Itu doktrinnya,” kata dia.
Sedangkan Negara Republik Indonesia, menurut mereka kala itu, bukanlah suatu negara yang mereka akui, lantaran tidak berideologi Islam.
“Jadi pada intinya, di negara ini ada sebagian umat Islam yang menginginkan pakai aturan Islam, sehingga dari pemahaman tersebut mengarah ke keinginan untuk membentuk negara Islam,” ungkap AD.
Cara Perekrutan Anggota Baru NII
Oleh karena itu, dikatakan AD dan AK, perekrutan pun mengarah ke semua lini masyarakat dengan berbagai cara, terutama dengan memprioritaskan dalih agama.
Dalam perekrutannya, menggunakan dalih agama dianggap sebagai senjata jitu untuk merangkul umat Islam yang tengah mencari jati diri.
“Makanya ketika merekrut anak muda yang sedang mencari jati diri, dikasih pelajaran pemahaman ini (ajaran versi NII) mereka dipastikan akan terbuai dan masuk menjadi anggota NII,” ujar AK, menambahkan.
Bahkan, penyampaian materinya pun disesuaikan dengan kebutuhan atau level masyarakat yang akan direkrut.
“Dan itu disiapkan materinya, anak sekolah bagaimana materinya, untuk karyawan pabrik ini materinya, untuk dosen ini materinya, jadi semuanya itu disesuaikan dengan target sasaran,” kata AK.
Lebih lanjut dikatakan AK, untuk pengikut yang ada di wilayahnya, dulu ada seorang rektor universitas swasta di Sumedang yang turut bergabung menjadi anggota NII.
“Perekrutan pun digencarkan ke semua lini, mulai dari masyarakat biasa hingga yang berpendidikan tinggi, bahkan ada rumah sakit di kota Bandung, yang hampir semua karyawannya sebagai anggota NII, kala itu,” kata AK.
Bahkan gubernur NII KW 7, diakui AD dan AK, berasal dari orang kesehatan, yang hingga sekarang masuk Daftar Pencarian Orang (DPO).
Namun AD mengatakan, untuk mengungkap keberadaan mereka memang susah terdeteksi, sebab para anggota NII mempunyai identitas ganda.
Sedangkan mereka yang ingin menjadi pejabat di NII, harus melalui beberapa tahapan proses yang tidak mudah.
“Saya saja untuk menjadi seorang camat, itu tidak mudah, tergantung ghirah jihadnya apa,” kata AK.
Adapun ukuran jihadnya dibagi 2, yakni Anwal dan Anfus. Anwal yaitu pengorbanan dalam bentuk materi, sedangkan Anfus yakni dilihat dari jumlah perekrutan.
Setelah dianggap ideal untuk menjadi seorang pejabat NII, maka harus melalui proses yang namanya Shof semacam Barisan atau Tim. Itu pun melalui pendidikan yang disebut Irshad, selama 3 hari 3 malam.
Mulai Sadar Adanya Penyimpangan yang Dimotori Panji Gumilang
Setelah sekian lama bergabung menjadi anggota NII dan seiring berjalannya waktu, akhirnya keduanya tersadar. Sebab ajaran yang mereka dalami itu terdapat banyak penyimpangan, terutama di kalangan para pejuang yang bergerak secara undeground (bawah tanah).
“Yang menyimpang itu gerakan di bawah tanahnya, sudah tersusun mulai dari imam (presiden) sampai kepala desa, bahkan sudah sampai ke Watad (RW dan RT), versi NII,” ujar AK.
Namun, untuk di wilayah permukaan Al Zaytun tersendiri, AD dan AK mengungkapkan susah untuk dibuktikan, lantaran secara legal formalnya sudah diakui oleh pemerintah.
Pun dengan sistem pendidikan (kurikulum) yang diterapkan di pesantren Al Zaytun, tentunya menyesuaikan, sesuai yang diberlakukan oleh pemerintah.
“Kurikulumnya pasti disesuaikan, yang susah itu menyambungkan antara di bawah tanahnya (underground-nya) betul-betul pasukan NII yang turut membiayai pesantren (Al Zaytun), itu yang susah,” kata AD.
Kendati demikian, AD maupun AK mengakui jika Panji Gumilang merupakan pimpinan tertinggi NII gaya baru hingga sekarang, namun dia bersembunyi dibalik kedok pesantren Al Zaytun.
“Dan Panji Gumilang sendiri, itu adalah imam dari Neo NII, dari dulu sampai sekarang setelah Adah Djaelani,” kata AK menegaskan.
Maka dari itu, dikatakan AD dan AK, benar adanya jika bentukan NII yang sekarang bisa dikatakan Neo NII, lantaran dari sistem kepemimpinannya dilakukan secara estafet.
Lebih lanjut dikatakan AK, Panji Gumilang sebelumnya merupakan pimpinan NII Komandemen Wilayah (KW) 9 dengan daerah teritorial di Jakarta.
“Saya ini dulu masuk ke NII ke KW 9, karena pimpinan KW 7 lagi di dalam penjara, Adah Djaelani, setelah Pak Adah keluar, saya dikembalikan ke KW 7,” kata AK.
Hingga akhirnya, terjadi pergantian kepemimpinan di NII, yang menuntun Panji Gumilang menjadi pimpinan NII hingga sekarang.
Al Zaytun Diduga Dilindungi Sejumlah Petinggi
Namun demikian, diakui AD maupun AK, hingga saat ini mereka meyakini jika Al Zaytun dilindungi oleh sejumlah para petinggi tanah air.
Akan tetapi, AD maupun AK tidak bisa menyebutkan siapa-siapanya, sebab menurutnya sudah menjadi rahasia umum.
“Yang jelas mah pada tahu udah pada diam di sana, saya mengungkap juga enggak bakal percaya, bahkan malah bisa jadi masalah buat saya. Yang jelas kalau enggak berpolitik pasti enggak akan bertahan,” ungkap AD.
Pembiayaan Al Zaytun dari Pergerakan Undergorund 9 Mawarid
Terkait pembiayaan Al Zaytun, AD mengungkapkan jika semua itu berasal dari dana yang berhasil dihimpun oleh anggota NII yang bergerak di wilayah teritorial.
Adapun sumber dana tersebut berasal dari 9 Mawarid atau 9 mata air, selain dari hasil dana masukan para santri.
“Untuk biaya santri yang mau masuk ke AL Zaytun saja, seharga seekor sapi, pada waktu zaman saya Rp3 juta, nilai uangnya, bukan sapinya,” kata AK.
Selain itu, dana pun banyak terhimpun dari para anggota NII melalui harta benda mereka yang diserahkan ke Al Zaytun sebagai pemenuhan masukan 9 mata air tadi.
“Disana ada yang disebut qirod, yaitu dana pinjaman negara yang akan dikembalikan kepada pengikutnya, namun dalam kenyataannya tidak,” ungkap AD.
Bahkan, untuk pemenuhan setoran dana tadi, ada juga anggota NII yang menjual tanah, kendaraan, rumah,.
“Selain Kirod, ada juga yang namanya Idikhor atau tabungan umat terhadap negara yang akan dikembalikan dalam jangka 5 tahun, pada kenyataannya tidak, malah dipakai membangun di sana (Al Zaytun),” paparnya.
Adapun 9 mata iar yang harus diisi oleh para anggota NII, diantaranya Infak, Idikhor, Sodaqoh, Sodaqoh mina Sodaqoh, Iftishodiah (pembelian tanah), Harokah Qurban, Harokah Ramadhan, Qirod serta Aqiqoh yang harus terisi setiap bulannya.
Dari sumber dana yang berasal dari 9 mata air tadi, AK yang menjabat sebagai camat kala itu, merasa keberatan, lantaran semakin tercapai target setoran, maka semakin tinggi pula setoran di bulan berikutnya.
“Saya pak jadi pejabat teh bukannya enak, target tambah naik, misalkan target saya 20 juta bulan sekarang, kalau tidak terpenuhi, ya tetep harus terpenuhi. Makanya menghalalkan segala cara, sebab mereka berprinsip bahwa orang di luar NII, hartanya bisa diambil secara paksa, kemudian apabila targetnya sudah terpenuhi maka target bulan depan dinaikkan menjadi 22 juta,” ucap AK.
Pun dengan sistem perekrutan yang dilakukan anggota NII, menyerupai dengan sistem setoran dana di atas.
“Misalkan target bulan ini berhasil merekrut 35 orang, maka bulan berikutnya harus mencapai lebih dari 35 orang.”
“Sehingga sangat wajar jika Al Zaytun saat ini memiliki kekayaan yang melimpah baik tanah dan bangunannya. Sedangkan mantan NII semuanya miskin karena dimiskinkan, hartanya dikeruk ke sana, ke Al Zaytun. Nah, Panji Gumilang yang punya kunci surganya karena dijanjikan kalau setor harta akan masuk surga,” kata AK.
Disclaimer: Liputan eksklusif ini masih bersambung. Di artikel selanjutnya, akan dibahas mengenai Paham Sesat Panji Gumilang, pengungkapan siapa Panji Gumilang sesungguhnya, hingga ancamanan anggota NII ke Eks-NII. Nantikan!