Seorang warga Bali mengajukan permintaan agar dilakukan pengujian terlebih dahulu sebelum telur nyamuk Wolbachia dilepaskan ke masyarakat. Permintaan ini tersebab informasi yang beredar di media sosial, seperti YouTube dan TikTok, yang menyebutkan adanya dampak jangka panjang dari penyebaran nyamuk Wolbachia, termasuk potensi munculnya pandemi.
Ada kekhawatiran bahwa program ini dapat menyebabkan dampak yang lebih besar daripada pandemi Covid-19. Karena itu, uji coba perlu dilakukan terlebih dahulu untuk memastikan efektivitas nyamuk Wolbachia dalam melawan DBD sebelum disebarluaskan. Banyak warga menyampaikan ketidakyakinannya dan khawatir bahwa program ini dapat menyebabkan timbulnya penyakit lain yang membahayakan manusia.
Namun, ada juga pandangan berbeda yang mendukung kelanjutan program ini di Bali, terutama setelah melihat hasil positif yang telah dicapai saat program serupa dilaksanakan di Yogyakarta beberapa waktu silam.
“Jika tidak ada efek buruk yang terlihat, ini patut dicoba, terutama karena sudah ada studi kasus yang sama di Indonesia. Lebih baik mencoba daripada tidak, terutama ini untuk melindungi anak-anak dan sudah memasuki musim hujan” katanya.
Jika melihat fenomena penolakan di Bali, ada dua kemungkinan yang bisa dijadikan alasan penolakan masyarakat.
Pertama, kurangnya sosialisai. Kedua, masyarakat dibingungkan dengan adanya video yang viral tentang nyamuk Bill Gates yang disebut sebagai upaya depopulasi.
BAHAYAKAH NYAMUK WOLBACHIA ITU ?
Nyamuk Bill Gates ini mencuat setelah Kementerian Kesehatan RI (Kemenkes) menerapkan inovasi penggunaan nyamuk ber-Wolbachia untuk mengurangi kasus demam berdarah dengue (DBD) di Indonesia.
Nyamuk yang dikenal sebagai ‘nyamuk Bill Gates’, yang belakangan menjadi viral, adalah nyamuk Aedes aegypti yang diinjeksi dengan bakteri Wolbachia.
Bakteri ini terbukti efektif dalam menekan kasus DBD. Narasi ‘nyamuk Bill Gates’ muncul karena penelitian Wolbachia dilakukan oleh World Mosquito Program (WMP) di bawah organisasi nirlaba The Bill & Melinda Gates Foundation.