Penelitian terkait penggunaan Wolbachia untuk mengurangi kasus DBD di Indonesia dimulai pada tahun 2011 oleh peneliti di Universitas Gadjah Mada yang tergabung dalam World Mosquito Program (WMP) di Yogyakarta.
Dokter Riris Andono Ahmad, MPH, PhD, seorang peneliti di Pusat Kedokteran Tropis Universitas Gadjah Mada dan anggota WMP Yogyakarta, menjelaskan bahwa penelitian teknologi Wolbachia telah berlangsung selama 12 tahun sejak tahun 2011.
Tahapannya melibatkan penelitian fase kelayakan dan keamanan (2011-2012), fase pelepasan skala terbatas (2013-2015), fase pelepasan skala luas (2016-2020), dan fase implementasi (2021-2022).
Dr. Riris menjelaskan bahwa pelepasan jutaan telur nyamuk Wolbachia ke dalam populasi nyamuk Aedes aegypti memiliki potensi untuk mengurangi penularan virus dengue. Proses ini melibatkan pelepasan nyamuk ber-Wolbachia jantan dan betina selama sekitar 6 bulan untuk memastikan sebagian besar nyamuk dalam populasi memiliki Wolbachia.
Menjawab kekhawatiran masyarakat terkait potensi infeksi Wolbachia pada manusia, Dr. Riris dengan tegas menyatakan bahwa Wolbachia tidak menginfeksi manusia, tidak terjadi transmisi horizontal ke spesies lain, dan tidak mencemari lingkungan biotik maupun abiotik.
Wolbachia adalah bakteri alami yang ditemukan pada 6 dari 10 jenis serangga. Dalam tubuh nyamuk Aedes aegypti, Wolbachia dapat menghambat replikasi virus dengue, mengurangi kemampuan nyamuk tersebut sebagai vektor penyebaran dengue.
Mekanisme utama kerjanya melibatkan kompetisi makanan antara virus dan bakteri. Dengan mengurangi ketersediaan makanan yang dapat menghidupi virus, Wolbachia dapat menghambat perkembangan virus.
Penting untuk dicatat bahwa nyamuk Aedes aegypti ber-Wolbachia bukan hasil modifikasi genetik, karena bakteri Wolbachia yang dimasukkan ke dalam tubuh nyamuk identik dengan Wolbachia yang ada di inang aslinya, yaitu Drosophila melanogaster.
Profesor Biologi Molekuler Universitas Airlangga, Prof. Dr. Chairul Anwar Nidom, turut mengomentari upaya pengendalian demam berdarah dengue (DBD) melalui pendekatan wolbachia di Indonesia.
Sang profesor mengakui kemajuan teknologi ini. Ia juga menyampaikan dua catatan terkait upaya pemberantasan menggunakan metode tersebut, termasuk potensi mutasi pada nyamuk.