Pemilihan kecamatan Pasanggragan dilakukan langsung oleh kemenkes, bukan Pemkot Bandung. Penunjukkan itu tentunya dengan berbagai pertimbangan, misal tingkat DBD, geografis dan kultur masyarakat. Pemkot hanya memberikan data tingkat DBD selama 3 tahun ke Kemenkes.
Kota Bandung memiliki tingkat kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) yang cukup tinggi. Terkait itu, kota ini kemudian dijadikan salah satu dari lima kota percontohan oleh Kementerian Kesehatan untuk menerapkan penanggulangan DBD berbasis teknologi wolbachia. Nyamuk Wolbachia adalah bakteri yang disuntikkan ke telur nyamuk Aedes aegypti, mencegah penularan virus DBD jika nyamuk tersebut menggigit orang yang terinfeksi.
Dipilihnya Ujungberung sebagai tempat percontohan karena merupakan salah satu dari sepuluh kecamatan dengan kasus DBD tertinggi di Kota Bandung pada tahun 2022.
Harapannya, nyamuk hasil penetasan akan menggantikan nyamuk Aedes aegypti pembawa virus DBD. Nyamuk ini kemudian akan berkawin dengan nyamuk lokal, menghasilkan keturunan yang sudah membawa bakteri wolbachia, sehingga tidak dapat menyebarkan virus DBD lagi.
Telur nyamuk yang sudah disuntikkan wolbachia diproduksi di laboratorium entomologi atau lab serangga, dengan Balai Besar Teknik Kesehatan Lingkungan Salatiga sebagai penyedia di Kota Bandung. Wolbachia sudah umum ditemui di lalat buah dan hewan kecil lainnya.
Lebih dari 24 profesor, termasuk ahli kesehatan, kesehatan masyarakat, ahli nyamuk, semua berkesimpulan bahwa penyebaran nyamuk Wolbachia ini minim risiko. Meskipun demikian, penanggulangan DBD secara menyeluruh tetap dilakukan, dan diharapkan inovasi ini dapat mengurangi kasus DBD dan pengeluaran dana untuk fogging.
PRO KONTRA PELEPASAN WOLBACHIA DI BALI
Tak seperti di Bandung dan Yogyakarta, rencana pelepasan telur nyamuk di Bali ternyata mendapat penolakan. Meski telah disetujui Kementerian Kesehatan, rencana pelepasan 200 juta telur nyamuk Wolbachia di wilayah Kota Denpasar dan Kabupaten Buleleng gagal dilaksanakan. Hal itu tersebab kurang sosialisasi dan efek sebuah video yang diunggah ke YouTube beberapa pekan silam.
Dalam video tersebut, Profesor Claproth dan mantan Menteri Kesehatan, Siti Fadilah Supari, mempertanyakan keperluan keterlibatan Indonesia dalam program uji coba Wolbachia. Profesor Claproth dan Siti Fadilah Supari meragukan dan menduga ada dugaan tentang adanya agenda tersembunyi di balik penyebaran nyamuk Wolbachia.
Selanjutnya, mereka juga menuduh bahwa nyamuk Wolbachia dapat menyebabkan penyakit Japanese Encephalitis, berdampak pada ekosistem, atau bahkan memicu pandemi.