KORANMANDALA.COM – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menolak menyidangkan kasus Harun Masiku secara in absentia.
Sidang in absentia adalah proses persidangan yang tidak dihadiri oleh terdakwa dalam kasus pidana dan diatur oleh Undang-Undang Pemberantasan Korupsi.
KPK menganggap bahwa persidangan semacam itu seharusnya ditujukan untuk mengembalikan kerugian negara dan disarankan pada kasus di mana terdakwa melarikan diri, tetapi meninggalkan aset yang dapat digunakan untuk menutupi kerugian negara.
Ketua sementara KPK, Nawawi Pomolango, menekankan bahwa praktik peradilan in absentia biasanya ditujukan untuk penyelamatan kekayaan negara.
Dalam kasus Harun Masiku, KPK belum dapat mengidentifikasi lokasi asetnya. Harun Masiku adalah buronan dalam kasus dugaan suap penetapan pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR RI periode 2019-2024 dan telah mangkir dari panggilan penyidik KPK sejak 17 Januari 2020.
Meskipun Kepala Divisi Hubungan Internasional Polri menyatakan bahwa Harun Masiku berada di Indonesia, KPK masih kesulitan menentukan lokasi aset yang dimiliki oleh Harun Masiku.
Adalah Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) yang mengajukan saran untuk menjalankan persidangan in absentia terhadap Harun Masiku.
Alasan di balik usulan ini adalah dugaan MAKI yang menyebut bahwa Harun Masiku sudah meninggal dunia.- ***