KoranMandala.com – Peneliti ICW, Kurnia Ramadhana, menilai ada pihak-pihak yang dapat dijerat KPK dengan Pasal 21 UU Tipikor terkait obstruction of justice dalam kasus pelarian Harun Masiku.
ICW mengidentifikasi beberapa klaster obstruction of justice yang bisa diselidiki oleh KPK, yaitu pihak yang mengetahui lokasi Harun Masiku namun tidak melaporkannya, pihak yang mendanai pelariannya, dan pihak yang membantu pelarian Harun dengan mengarahkan tempat persembunyiannya.
Apa Obstruction of justice itu ? Obstruction of justice, dikutip dari Hukumonline, adalah tindakan yang mengancam atau menghalangi administrasi peradilan atau proses hukum yang seharusnya dengan atau melalui kekerasan atau surat komunikasi yang mengancam.
BACA JUGA: Update 10 Akun FF Sultan Gratis Google Hari Ini 21 Juli 2024, Temukan Skin M1887 OPM
Oemar Seno Adji dan Indriyanto Seno Adji dalam buku Peradilan Bebas Negara Hukum dan Contempt of Court menjelaskan bahwa obstruction of justice adalah tindakan yang memutarbalikkan proses hukum dan mengacaukan fungsi peradilan.
Tindakan ini dianggap kriminal karena menghambat penegakan hukum dan merusak citra lembaga penegak hukum, termasuk dalam kategori pidana contempt of court atau penghinaan terhadap pengadilan.
Di Indonesia, tindakan obstruction of justice diatur dalam Pasal 221 KUHP dan Pasal 21 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Pasal 221 KUHP menyebutkan bahwa obstruction of justice adalah tindak pidana yang dilakukan oleh pelaku yang terbukti berupaya menghalang-halangi proses hukum. Hal ini bisa dilakukan dengan berbagai cara, termasuk melemahkan pembuktian agar tidak terjerat putusan tertentu.
Tindakan obstruction of justice dikenai hukuman penjara maksimal 12 tahun dan denda maksimal Rp5 juta.
Secara formil, tindakan ini adalah perbuatan terlarang yang mengandung sanksi pidana dan biasanya terjadi saat proses peradilan meliputi penyelidikan, penyidikan, penuntutan, hingga pemeriksaan persidangan.
Dasar hukum obstruction of justice dijelaskan dalam Pasal 21 UU No. 31 Tahun 1999, yang menyebutkan bahwa setiap orang yang sengaja mencegah, merintangi, atau menggagalkan proses hukum dalam perkara korupsi dapat dipidana dengan penjara minimal tiga tahun dan maksimal dua belas tahun serta denda antara Rp150 juta dan Rp600 juta.