Buku “Advokat Indonesia Mencari Legitimasi” oleh Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) menyebutkan bahwa setiap orang yang terlibat dalam proses peradilan, termasuk hakim, advokat, jaksa, panitera, polisi, bahkan wartawan, bisa melakukan contempt of court.
Dalam pembahasan RUU No 14 Tahun 1985 tentang MA, pengaturan ini hanya dimasukkan dalam penjelasan umum undang-undang.
Pengaturan tentang contempt of court juga terdapat dalam Pasal 217 KUHP dan Pasal 218 KUHAP. Pasal 217 KUHP mengatur pidana bagi pihak yang mengganggu sidang dengan ancaman maksimal tiga minggu.
Pasal 218 KUHAP mengharuskan semua pihak di ruang sidang untuk menunjukkan sikap hormat kepada pengadilan, ketua sidang berhak mengeluarkan orang yang melanggar tata tertib setelah diperingatkan.
Namun, pelaksanaan pasal-pasal ini tidak memiliki pedoman teknis yang jelas.
Dalam kasus-kasus kontemporer, contoh kasus Adnan Buyung Nasution yang pernah dikenai sanksi pencabutan izin praktik selama satu tahun oleh Menteri Kehakiman Ismail Saleh pada 1987, akibat tuduhan contempt of court saat membela HR Darsono.
Kasus ini mendorong SKB antara MA dan Departemen Kehakiman untuk memperketat pengawasan terhadap advokat. Lalu kasus Ibrahim Senen dan Tony Budidjaja yang juga mengalami pencabutan izin praktik pada 1999 karena tuduhan contempt of court.
Kasus lain yang mencuri perhatian adalah tindakan Mimi Lidawati yang melempar sepatu ke hakim Abdul Razak pada 1987 dan pengunjung sidang yang mengipas uang dalam kasus di Surabaya pada 1993. Kasus-kasus ini menunjukkan kurangnya kejelasan dalam hukuman terhadap contempt of court.
Survei MA terhadap hakim menunjukkan bahwa lebih dari separuh hakim pernah mengalami contempt of court, dengan banyak menganggap bahwa penyebabnya adalah penurunan kesadaran hukum masyarakat atau prosedur peradilan yang tidak mendukung.
Sebagian besar hakim menyarankan perlunya undang-undang khusus tentang contempt of court untuk mengatasi masalah ini.
Pentingnya pengaturan tegas tentang contempt of court bertujuan untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap sistem peradilan dan mengurangi kasus-kasus gangguan di pengadilan.- ***