Oleh: Widi Garibaldi
Kemarin, media ini menurunkan berita betapa besarnya pengabdian dan pengorbanan yang disumbangkan oleh Mochtar Kusumaatmaja (1929-2021) bagi bangsa ini.
Jasa-jasa guru besar itu diingatkan lagi oleh Ketua Umum Komunitas Indonesia Unggul, Teddy Ardiansyah Prabu dalam suatu pertemuan pers. Tidaklah mengada-ada manakala Ketua Umum Komunitas Indonesia Unggul itu mengingatkan pemerintah agar pada Hari Pahlawan-10 November 2024- mendatang, Prof.Mochtar Kusumaatmaja SH. LLM. ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional.
Betapa tidak ? Prof. Mochtar yang pernah menjabat sebagai Rektor UNPAD itu dikenal sebagai “Bapak Hukum” Indonesia. Dialah yang memberi makna sesungguhnya terhadap hukum.
Baca Juga: Saatnya Mochtar Kusumaatmadja Dianugerahi Gelar Pahlawan Nasional
Baginya, hukum bukanlah alat untuk merekayasa masyarakat seperti yang diajarkan oleh Roscou Pound (1870-1964), seorang guru besar dari Harvard yang melihat hukum sebagai law as tools of social engineering. Bagi Muchtar, hukum adalah sarana demi kemajuan bangsa. Dengan hukum, dengan undang-undang yang tepat dan benar, pembangunan dapat dipacu untuk kemaslahatan masyarakat.
Hubungan Hukum dan Kekuasaan
Bagi Mochtar, hukum dan kekuasaan memiliki hubungan yang amat erat. Tidak dapat dipisah-pisahkan. Agar hukum bermanfaat sebagaimana diharapkan, ia harus dilengkapi dengan kekuasaan.
Tanpa kekuasaan, hukum itu hanyalah anjuran belaka. Artinya, tidak bermanfaat bagi masyarakat. Hanya “indah” di atas kertas.
Nah, bagaimana sebaliknya ? Kekuasaan yang tidak dibatasi dengan hukum, pasti akan melahirkan kelaliman.
Mengacu kepada apa yang diajarkan oleh Prof.Mochtar, sehebat apapun kekuasaan, harus diatur atau dibatasi oleh hukum. Si Penguasa harus tunduk kepada hukum. Ia harus bertindak dan melaksanakan tugasnya sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang telah diatur dalam hukum.
Manakala sang Penguasa keluar dari ketentuan hukum, berarti dia melawan hukum. Julukan yang tepat bagi Penguasa yang demikian adalah lalim !
Tanpa Mesiu
Mochtar, dikenal sebagai Diplomat ulung. Bukan hanya nivo nasional, tetapi juga internasional.
Sebagai Menteri Luar Negeri RI, ia berhasil memperjuangkan bahwa batas territorial suatu bangsa itu bukan 3 mil tetapi 12 mil. Dalam Sidang Umum PBB tanggal 23 Juli 1980, perjuangan Prof. Mochtar membuahkan hasil. Batas territorial negara menjadi 12 mil.
PBB kemudian menetapkan bahwa perairan laut menjadi 12 mil (sekitar 22,2 km) dari garis dasar suatu negara (UNCLOS). Apa yang diperjuangkan oleh Mochtar dinikmati semua bangsa. Juga, tentu saja Indonesia.
Karena itu, wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) “membengkak” menjadi 2,5 (dua setengah) kali lipat.Artinya wilayah kita menjadi 5 juta kilometer persegi. Hebatnya, perluasan wilayah itu tidak diperoleh dengan mesiu. Tidak diperoleh dengan senjata. Tidak diperoleh dengan menjajah bangsa lain ! Tidak diperoleh dengan mengorbankan darah dan nyawa.
Perluasan wilayah itu diperoleh dengan diplomasi ! Kehebatan diplomasi seorang yang bernama Mochtar Kusumaatmaja !
Karena itu, sudah selayaknya manakala Prof.Mochtar Kusumaatmaja, mantan Menteri Luar Negeri RI, mantan Menteri Kehakiman RI, mantan Rektor UNPAD itu dianugrahi gelar Pahlawan Nasional. Pahlawan Nasional ke 207. Pahlawan Nasional ke 16 yang berasal dari Jawa Barat.
Bukankah hanya bangsa yang besar yang menghormati pahlawannya.***