KORANMANDALA.COM – Pemerintah Papua Nugini mengatakan bahwa lebih dari 2.000 orang terkubur hidup-hidup setelah bencana tanah longsor menghantam Provinsi Enga pada hari Jumat (24/5). Dilansir dari Associated Press, jumlah ini jauh lebih tinggi daripada perkiraan International Organization of Migration (IOM) — badan migrasi Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) — di angka 670 korban.
Sampai hari ini, baru lima jasad korban berhasil ditemukan. Letak geografis desa-desa di kawasan Maip Muritaka yang terpencil mempersulit proses pencarian dan penyelamatan korban longsor tersebut.
Bencana longsor tersebut juga menutup jalan provinsi sepanjang 200 meter sehingga mempersulit akses bagi layanan darurat dari pusat.
Dilansir dari ABC News, perang suku yang telah lama terjadi di Provinsi Enga juga mempersulit pengriman bantuan. Konvoi bantuan hanya dapat melakukan perjalanan pada siang hari dengan kawalan militer karena risiko keamanan.
Setidaknya 49 orang tewas akibat penyerangan pada Februari lalu. Delapan orang lainnya tewas dan tiga puluh rumah terbakar pada bentrokan yang terjadi pada Sabtu (25/5).
Penyebab Tanah Longsor Belum Dapat Dipastikan
Baik otoritas Provinsi Enga maupun Papua Nugini belum memberikan keterangan mengenai penyebab bencana longsor ini terjadi.
Gempa bumi sebesar 5,3 M memang terjadi di area Finnschafen, Provinsi Morobe, satu hari sebelum terjadinya bencana longsor. Namun karena jaraknya yang mencapai 500 kilometer dari Provinsi Yambali, dampak gempa tersebut terhadap tanah longsor belum dapat dipastikan.
Dilansir dari Le Monde, perwakilan Palang Merah Papua Nugini mengatakan bahwa aktivitas penambangan emas di area tersebut dapat menjadi penyebab terjadinya tanah longsor. Selain itu, hujan deras juga disinyalir berkontribusi pada terjadinya bencana tersebut.
Tanah longsor merupakan bencana yang sering terjadi di Papua Nugini.
Pemerintah Papua Nugini telah secara resmi meminta bantuan dari PBB dan negara-negara lain. Ribuan warga diminta untuk mengungsi karena ancaman terjadinya bencana longsor susulan.