KORANMANDALA.COM – Sejarawan asal Universitas Padjajaran (Unpad), Mumuh Muksin Zakaria menilai, pembatalan diskusi oleh Capres Anies Baswedan di Gedung Indonesia Menggugat (GIM) bernuansa politik.
Anies dan rekan-rekannya hendak menggelar diskusi di GMI, Jalan Perintis Kemerdekaan, Kota Bandung pada Minggu, 8 Oktober 2023.
Namun pihak Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Barat tiba-tiba melarang Anies menggelar diskusi di GMI. Anies pun hanya diizinkan Pemprov Jawa Barat menggelar diskusi di halaman depan GIM.
Oleh sebab itu, Mumuh menilai pelarangan Anies menggelar diskusi karena adanya kepentingan politik. Padahal GMI terbentuk berkat upaya pembebasan.
“Dulu, Gedung Indonesia Menggugat asalnya adalah pengadilan. Soekarno pernah diadili (di GIM) oleh pemerintah kolonial Belanda, karena dinilai kolonial bisa memberikan ancaman,” kata Mumuh saat dihubungi Koran Mandala pada Selasa, 10 Oktober 2023.
Baca Juga: Pemrov Jawa Barat Dituding Tidak Netral, Begini Kronologis Penjegalan Anies di GIM
Sesudah itu, Soekarno melabeli gedung itu sebagai simbol antipenjajahan, antipenindasan, dan keadilan. Kemudian, nama ‘Indonesia Menguggat’ pun menjadi nama gedung tersebut.
“Pembelaan yang disampaikan Bung Karno lalu dibukukan dan judul bukunya Indonesia Menggugat sekarang dijadikan nama gedung itu,” ucapnya.
Untuk itu, Mumuh mengungkapkan, spirit Soekarno soal kebebasan masih melekat di GMI. Maka, larangan Anies menggelar diskusi, justru bertolak belakang.
Baca Juga: Anies Baswedan Batal Gelar Acara di GIM Bandung, PKS Jawa Barat: Harusnya Ada Informasi Sejak Awal
Menurutnya, Anies bukanlah sosok di lingkaran Presiden RI, Joko Widodo (Jokowi), sehingga pelarangan diskusi itupun terjadi.
“Saya rasa penolakan Anis itu motifnya adalah politik, karena beliau, kan, bukan orang Jokowi, apalagi yang akan dibahasnya soal perubahan,” kata Mumuh.
Kalau seperti ini, imbuh Mumuh, mestinya Pemprov Jawa Barat memperlakukan politisi lain yang menggelar diskusi di Kota Bandung seperti Anies.