Oleh: Dimas Yogaswara Saputra
Mahasiswa Sastra Inggris dari Universitas Islam Sunan Gunung Djati Bandung
Pendidikan merupakan aspek penting bagi manusia. Sebagaimana kita ketahui, pendidikan menuntut kita mencari ilmu hingga ke berbagai belahan dunia. Di Indonesia, terdapat banyak sekolah dan perguruan tinggi yang tersebar di seluruh provinsi. Hal ini menjadi bukti bahwa pendidikan memiliki peran penting dalam kehidupan kita. Terlebih, kebijakan pendidikan berfungsi sebagai pendorong untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia.
Salah satu kebijakan pendidikan yang diterapkan di Indonesia adalah sistem zonasi. Kebijakan ini mengatur penerimaan siswa baru di sekolah negeri berdasarkan pembagian wilayah atau zona geografis. Tujuannya adalah untuk pemerataan akses dan kualitas pendidikan, serta menghilangkan diskriminasi antarsekolah. Selain itu, sistem zonasi bertujuan menghapus paradigma bahwa hanya “anak-anak terbaik” yang dapat bersekolah di “sekolah terbaik” yang sering kali lokasinya jauh dari tempat tinggal mereka. Dengan demikian, sistem ini diharapkan dapat mengurangi ketimpangan antara sekolah yang dianggap favorit dan yang tidak.
Pada tahun 2018, Muhadjir Effendy, Menteri Pendidikan saat itu, mencetuskan sistem zonasi di Indonesia. Ia menyatakan, “Target kita bukan hanya pemerataan akses pada layanan pendidikan saja, tetapi juga pemerataan kualitas pendidikan,” dalam kegiatan Sosialisasi Peraturan/Kebijakan Bidang Pendidikan Dasar dan Menengah di Jakarta. Sistem zonasi ini diharapkan dapat mewujudkan pemerataan dan distribusi pendidikan di berbagai wilayah.
Kemudian, pada tahun 2019, saat Nadiem Makarim menjabat sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, ia memutuskan untuk melanjutkan kebijakan ini. Nadiem menyebutkan, “Jadi ada berbagai macam kebijakan yang sebelumnya ada, yang kita dorong, yang kita lanjutkan, dan itu bukan masalah.” Menurutnya, kebijakan zonasi penting untuk dilanjutkan dan ia berkomitmen melaksanakannya.
Sistem zonasi diharapkan dapat mendorong pemerataan kualitas pendidikan tanpa adanya label “sekolah favorit.” Selain itu, kebijakan ini memberikan peluang bagi sekolah-sekolah untuk berkembang lebih baik dan mampu bersaing dengan sekolah berakreditasi unggul. Orang tua pun dapat menyekolahkan anak-anak mereka di sekolah yang dekat dengan tempat tinggal, dengan hak atas pendidikan yang setara.
Namun, setiap kebijakan tentu memiliki tantangan. Sistem zonasi terinspirasi dari Finlandia, yang berhasil menerapkannya dengan dukungan infrastruktur pendidikan yang memadai. Di Indonesia, tantangan utama adalah kurangnya infrastruktur pendukung. Dilansir dari kanal YouTube Ferry Irwandi, “Sistem zonasi di Indonesia mengikuti kebijakan Finlandia, tetapi infrastruktur belum memadai. Salah satu contohnya adalah di Kota Malang, terdapat delapan SMA Negeri dalam satu kecamatan, sedangkan di kecamatan lain hanya ada dua. Anak dari luar kecamatan tersebut hanya memiliki pilihan SMK Negeri.”
Selain itu, ditemukan kasus kecurangan seperti pemalsuan Kartu Keluarga (KK). Dilansir dari CahayaBorneo.com dan Kompas, ratusan warga Kecamatan Bogor Timur memprotes SMAN 3 Kota Bogor terkait kecurangan sistem PPDB. Perwakilan pengunjuk rasa, Atty Somaddikarya, menyatakan, “Ada orang tua murid yang berjarak 400 meter dari sekolah tetapi anaknya ditolak masuk. Sementara itu, ada siswa dari tempat jauh yang diterima karena menumpang KK.”
Kepala Sekolah SMAN 3 Kota Bogor, Dewi Suhartini, menanggapi hal ini dengan menyebutkan bahwa pihak sekolah hanya menerima data yang tercantum dalam aplikasi PPDB. Oleh karena itu, diperlukan kajian mendalam untuk mengevaluasi efisiensi sistem zonasi di Indonesia.
Wakil Presiden Indonesia ke-8, Gibran Rakabuming Raka, menyatakan, “Sistem zonasi perlu dikaji lebih lanjut apakah layak diteruskan atau tidak. Saya percaya Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah sekarang, Prof. Dr. Abdul Muti, M.Ed., akan mempertimbangkan hal ini.” Gibran menambahkan bahwa zonasi adalah program yang baik, tetapi mungkin belum bisa diterapkan di seluruh wilayah Indonesia.
Prof. Dr. Abdul Mu’ti, dalam wawancara dengan Kompas TV, menyebutkan bahwa Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah masih melakukan pengkajian dan meminta masukan dari berbagai pihak untuk mencari formula yang tepat. Hasil pengkajian ini diharapkan dapat diimplementasikan pada tahun pembelajaran baru.
Polemik sistem zonasi terus berlanjut karena adanya kelebihan dan kekurangan. Pengkajian lebih mendalam sangat diperlukan agar kebijakan ini dapat berjalan efektif. Para pembuat kebijakan tentu berupaya memberikan yang terbaik demi kemajuan pendidikan di Indonesia.