Oleh: Widi Garibaldi
Kendatipun peraturan perundang-undangan kita, Pasal 24 (5) UU No. 32 Tahun 2004 secara tegas justru menyatakan bahwa pemilihan umum dilakukan secara langsung oleh rakyat termasuk Pilkada yang akan kita laksanakan pada tanggal 27 November ini, sikap kehati-hatian, ketelitian dan kewaspadaan justru benar-benar dibutuhkan dari segenap pemiilih. Ketentuan perundang undangan itu cenderung membuat pemilih akan menjatuhkan pilihannya hanya kepada calon yang populer yang dikenal oleh pemilih melalui media, termasuk pamflet-pamflet atau baliho di pinggir jalan. Lebih celaka lagi manakala kedekatan itu bersemi karena amplop berisi uang atau karung berisi bansos.
Mengacu kepada Pembukaan (Preambule) Konstitusi kita, pemilihan itu seyogianya dilakukan demi terwujudnya suatu lembaga permusyawaratan perwakilan, sehingga tidak akan mungkin terwujud manakala wakil-wakil rakyat yang terpilih hanya didasarkan popularitas semata. Oleh karena itu, para pemilih wajib menyaring janji-janji yang dilontarkan oleh para calon Gubernur, Bupati atau Walikota yang akan dipilih. Jangan sampai, janji-janji pasangan calon itu ternyata hanya janji gombal belaka. Harus benar-benar ditelisik, apakah janji-janji itu akan ditepati manakala pasangan calon yang bersangkutan dilantik awal tahun depan. Yang pasti, salah pilih akan membawa malapetaka. Lima tahun tak ada perubahan apapun, tak ada kemajuan yang berarti. Sesal dahulu pendapatan, sesal kemudian tak berguna. Begitu kata orang bijak.
Janji Presiden
Prabowo, Presiden RI ke-8, sudah tiba kembali di tanah air, setelah lebih dari 2 minggu melanglangbuana ke tiga benua. Sebagai Presiden dari negara besar, negara berpenduduk lebih dari 287 juta jiwa, dengan luas 1.905 juta km2, terdiri dari 17.024 pulau, Presiden Prabowo disambut hangat penuh kebesaran di RRCina, AS, Peru, Brazil, Inggeris dan UEA.
Setelah menyelesaikan perjalanan luar negeri, tiba saatnya bagi Presiden ke-8 RI yang baru dilantik itu untuk membuktikan pidato-pidatonya sebelum bertolak antara lain untuk menghadiri pertemuan negara-negara G-20 di Brazil dan KTT APEC di Peru.
Pidato-pidatonya yang penuh semangat berhasil membangunkan asa perbaikan peninggalan pemerintahan lama yang ternyata penuh dengan permasalahan yang harus segera diatasi agar negeri ini tidak terperosok, kembali jadi negara miskin, di antara 100 negara-negara miskin di dunia. Jumlah pengangguran yang lebih dari 7 juta orang merupakan “duri dalam daging” yang harus segera dapat ditekan oleh kabinet Merah Putih yang jumlahnya lebih dari 50 Menteri itu. Selain masalah pengangguran, Prabowo yang ditopang para Pembantunya harus segera dapat menjaga laju perekonomian minimal sama dengan peninggalan Jokowi yang lebih dari 5 %. Kerja kerasnya untuk membendung kemerosotan Pendidikan sangat dibutuhkan karena pemerintahan lama meninggalkan warisan yang sungguh memilukan. Sistem Pendidikan Indonesia menempati peringkat 54 dari 77 negara di dunia. Di bidang Pendidikan tinggi, peringkat 1 kita, hanya setara dengan peringkat 6 Malaysia. Padahal dulu, mereka mendatangkan guru-guru dari Indonesia.
Memang, hampir di semua bidang kita tertinggal. Salah satu penyebabnya adalah korupsi yang merajalela dan dibiarkan terus menggurita. Kalau pada tahun 2019 kita masih menempati peringkat ke 40, posisi tersebut terus merosot tahun demi tahun. Kini kita menempati posisi ke 34 yang berarti negara terkorup ke 115 dibanding 180 negara lainnya. Sungguh memalukan. Lebih rendah dari Malaysia apalagi Singapura. Bahkan lebih rendah dari Timor Leste ! Prabowo bertekad memalu genderang perang melawan korupsi itu. Dia akan mengejar kemanapun Koruptor lari. Ia akan memberlakukan hukum dengan tegas dan keras.
Janji itu semua terlontar dari pidato-pidatonya sebelum bertolak ke manca negara. Sekarang, rakyat menanti buktinya. Maklum, rakyat sudah jenuh dengan janji.