Oleh:
Widi Garibaldi

Dalam hitungan hari, pemerintahan Prabowo-Gibran sudah akan berlangsung lebih dari 70 hari. Hitungan 100 hari biasanya dijadikan patokan indikasi berhasil tidaknya suatu pemerintahan. Menjelang hari ke-100 itu, masyarakat menilai bahwa rapor Prabowo-Gibran masih “merah”. Dalam kegamangannya, Prabowo dinilai sering kali melontarkan gagasan-gagasan yang kontraproduktif.

Ambil contoh, misalnya dalam bidang hukum. Prabowo minta agar para koruptor yang terlibat dalam perkara illegal mining timah dihukum berat. “Kalau perlu 50 tahun”. Begitu katanya. Mungkin Presiden RI ke-8 itu tidak menyadari bahwa hukuman penjara selama waktu tertentu itu, maksimal adalah 20 tahun. Tidak ada hukuman selama 50 tahun. Menurut KUHP, hukuman penjara terberat adalah seumur hidup!

Mungkin gagasan ini dilontarkan oleh Prabowo untuk menutupi gagasan memaafkan para koruptor asal saja mengembalikan jarahannya, yang pernah dilontarkannya di hadapan para mahasiswa ketika mengunjungi Mesir beberapa waktu yang lalu.

Proof Balloon?

Di bidang ekonomi, gagasannya untuk menaikkan PPN barang mewah menjadi 12 % untuk menutupi APBN yang cekak, mendapat reaksi masyarakat. Menghindari reaksi masyarakat yang semakin keras, Prabowo membatasi kenaikan PPN itu terbatas hanya untuk barang-barang mewah yang khusus seperti pesawat terbang jet pribadi atau kapal pesiar pribadi yang dikenal sebagai yacht. Ternyata para Pengusaha lebih lihai lagi menghadapi peraturan yang berubah-ubah itu. Bukan barang mewah, tetapi mineral water 330 ml juga sudah dipajaki PPN 12 %.

Jeritan Umar Bakri

Masih ingat lirik lagu Umar Bakri yang dirilis tahun 1981 dan dilantunkan oleh Iwan Fals ? Begini antara lain liriknya. “ Umar Bakri, Umar Bakri….pegawai negeri.Umar Bakri, Umar Bakri… empat puluh tahun mengabdi… Jadi guru jujur berbakti…memang makan hati…!

Apa yang dialami oleh Umar Bakri guru yang penuh pengabdian yang setiap hari mengayuh sepedanya yang reot, ternyata masih dialami oleh para pendidik kita yang ditugasi mewujudkan golden age bagi bangsa dan negara RI di tahun 2045 yang akan datang.

Di tengah-tengah berita dimulainya program makan siang bergizi bagi anak-anak sekolah TK hingga SLA yang akan menelan lebih dari 70 triliun rupiah setiap tahun dalam rangka membuktikan janji-janji kampanyenya, para pendidik terutama di perguruan tinggi menjerit karena “tukin” (tunjangan kinerja) dan tunjangan profesinya tidak tercantum dalam APBN tahun 2025 ini. Para pendidik yang dikenal sebagai dosen itu boleh kecele walaupun telah berbakti seperti Umar Bakri.

Tahu apa penyebabnya ? Ternyata perubahan nomenklatur kementerian menjadi penyebab utama yang mengharuskan para dosen itu gigit jari. Seperti dimaklumi, pemerintahan Prabowo terdiri dari lebih 100 menteri serta wakilnya sehingga banyak Kementerian yang dipecah-pecah sekedar untuk balas jasa untuk para pendukung.

Semoga penilaian Anies Baswedan pada waktu kampanye Capres yang memberi nilai 11 dari 100 untuk kinerja Prabowo, tidak terbukti.




Sumber:

Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News

Penulis

PT MANDALA DIGITAL MEDIA
Jl. Waluh No 12, Malabar,
Kecamatan Lengkong,
Kota Bandung, Indonesia

bisniskoranmandala@gmail.com

Exit mobile version