Oleh: Widi Garibaldi
Bagi mereka yang suka menghitung hari, akhir Januari merupakan pertanda 100 hari pemerintahan Presiden Prabowo. Hari ke-100, biasanya dianggap sebagai indikasi berhasil tidaknya suatu pemerintahan. Sudah cukup lama “kebiasaan” itu berlangsung. Ketika Presiden AS Franklin D. Roosevelt memulai pemerintahannya di tahun 1933, masyarakat dunia yang sedang dilanda depresi besar menghadapi perang dunia ke II, menduga-duga apakah pemerintahan AS yang baru itu dapat mengatasi kesulitan hidup yang mendunia sehabis Perang Dunia I ?
100 hari sebagai tonggak awal pertanda berhasil tidaknya suatu pemerintahan, tentu berlaku pula bagi pemerintahan Presiden Prabowo yang dilantik 20 Oktober tahun yang lalu. Mengacu kepada hasil survei yang dilakukan oleh Litbang suatu media, ia berterima kasih kepada para Pembantunya karena pemerintahannya dianggap telah “berhasil”. Betapa tidak. Media itu, melalui Litbangnya, mengklaim bahwa hampir 81 % responden yang disurvei di 38 provinsi menyatakan kepuasannya terhadap kinerja pemerintahan Prabowo.
Masih kata Presiden ke-8 RI itu, kebijaksanaan yang dilaksanakan pemerintahan di bawah pimpinannya,merupakan pemerintahan yang berpihak kepada rakyat dan kepentingan negara.
Program Populis
“Keberhasilan” pemerintahan Prabowo itu ternyata ditopang oleh program populis, Makan Bergizi Gratis (MBG) yang “terpaksa” dilaksanakannya untuk merealisir janji kampanye, kendati harus menguras anggaran negara dari sektor lain. Inilah yang disebut Prabowo dalam sidang kabinetnya sebegai hasil pemerintahan yang berjalan efektif dan mampu menjalankan administrasi negara dengan andal.
Pelaksanaan program-program populis sungguh merupakan cara populer untuk merenggut penilaian positif dari rakyat yang dikenal “nrimo” dan “sabar” seperti Indonesia ini. Masih ingat, program-program bantuan sosial dan uang tunai yang dilancarkan oleh Jokowi ? Dengan program-program yang populis itu, ia berhasil menduduki kursi kepresidenan hingga 2 kali dan memikat hati rakyat untuk memilih calon pemimpin yang dikehendakinya,kendati terlebih dahulu harus mengubah isi suatu undang-undang.
Setelah masa kepresidenannya berkahir, hujatan demi hujatan mulai menerpa. Ternyata program-program populis itu berakhir di septic tank belaka.
Inilah yang akan terjadi manakala program-program populis yang dilancarkan oleh Prabowo tak segera disusul dengan program-program mendasar. Bahwasanya program MBG itu teramat penting, tidak hanya berakhir di septic tank, nanti dalam bilangan tahun baru akan terbukti hasilnya. Program yang akan menghabiskan dana lebih dari 70 triliun rupiah setiap bulan dari APBN itu, diharapkan akan dapat melenyapkan stunting. Manakala MBG berhasil luput dari aneka ragam perbuatan korupsi, anak-anak kita bakal berotak cerdas, tidak lagi bertubuh bekek, siap mewujudkan golden-age bagi negeri tercinta ini di tahun 2045.
Sambil menunggu dan menyaksikan buktinya, program-program mendasar, upaya-upaya mengentaskan kemiskinan lainnya, seperti memperluas lapangan kerja, harus dilaksanakan Pemerintah pada kesempatan pertama.
Untuk mewujudkannya, para pemimpin, terutama para Menteri dan Wakilnya yang berjumlah lebih dari 100 orang itu harus memberi tauladan. Kerja keras dan hemat !