Oleh: Widi Garibaldi
Siapa Jenderal M. Yusuf, tentu sudah banyak yang lupa. Terutama mereka yang termasuk generasi milineal. Apalagi generasi “Z”. Wajar, karena sang jenderal lahir pada tahun 1913. Walau pundaknya dihiasi 4 bintang, kehidupan pribadinya dikenal amat sederhana. Ia berharap setiap anggota militer, menyerupai tubuhnya. Atletis. Tidak tambun. Kalau perlu jangan minum es. Begitu ia berulangkali memberi nasihat. Demikian sederhananya sang jenderal tergambar dari ruangan kerjanya yang non AC.
Dibanding keadaan sekarang, kehidupan para pejabat “jauh panggang dari api”. Sekali menjadi Pejabat, katakanlah Menteri atau Wakil Rakyat di Senayan,berarti masa tua dijamin oleh negara. Negara memberi pensiun kepada mereka kendati melaksanakan tugas hanya dalam hitungan hari. Itulah antara lain yang menjadi alasan banyak orang menghalalkan segala cara untuk dapat menjadi pejabat di negeri ini, selain tentu saja kehidupan glamour yang disediakan negara. Memang sudah tidak jelas lagi siapa yng harus dilayani dan siapa yang harus melayani.
Hasrat Presiden ke-8 RI untuk memangkas anggaran negara demi terwujudnya janji kampanye, makan bergizi gratis (MBG) mereka sambut dengan perasaan masgul. Soalnya hidup pejabat yang serba wah, sudah berlangsung lama. Rapat, perjalanan dinas, study banding, forum group discussion dan semacamnya yang serba semu tak membawa manfaat bagi negara. Itulah sebabnya Ketika Presiden melakukan pemangkasan APBN hingga Rp306 triliun, roda pemerintahan tak sempat tersendat.
Tak Punya Moral Standing ?
Di lain pihak, hiruk pikuk menyambut pemangkasan anggaran itu ditandai pula dengan perasaan ragu oleh sementara kalangan. Mereka melihat bahwa pemangkasan itu hanya sekedar memenuhi janji kampanye. Jangan sampai dituduh ingkar janji. Perasaan ragu menyelimuti, karena kehidupan sang Presiden yang serba wah. Baru saja dilantik sebagai Presiden, ia beserta rombongan telah melanglangbuana ke 4 benua. Tentu saja dengan segala kebesarannya. Menyaksikan fakta tadi, kalangan tersebut menyangsikan keberlanjutan rencana penghematan yang dilakukannya. Mereka menganggap Presiden tak punya moral standing untuk benar-benar hidup berhemat seperti di negeri negeri Skandinavia kendati rakyatnya hidup makmur.
Keraguan itu semakin menebal tatkala mendengar rencana retret 505 kepala daerah hasil pilkada 2024, selama 7 hari di Lembah Tidar Magelang. Tak kurang dari 22 milyar rupiah digelontorkan untuk membiayai retret yang bertujuan untuk mempertebal ikatan emosional antara para kepala daerah dengan para Menteri itu.
Memang, tak banyak yang dapat diharapkan dari retret yang bakal berlangsung hanya seminggu. Pemimpin sejati, sederhana, rendah hati seperti Jenderal M.Jusup tak mungkin dapat ditempa dalam waktu 1 minggu.
Karena itu, jangan terlalu banyak berharap.