Kekhawatiran ini menunjukkan pentingnya konsistensi dan kesinambungan kebijakan di sektor riset dan inovasi agar tidak mengganggu ekosistem riset yang telah dibangun serta memastikan kemajuan jangka panjang.
Apakah alokasi anggaran untuk pengembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan inovasi masih dianggap sebagai beban bagi negara, bukan sebagai investasi jangka panjang? Jika benar demikian, ini adalah ancaman institutional trap, di mana kebijakan lebih berorientasi pada jangka pendek dan pragmatisme politik dibanding strategi jangka panjang. Pilihan arah kebijakan yang cenderung populis berkontribusi pada pengabaian ilmu pengetahuan, teknologi, dan inovasi karena dampaknya tidak selalu langsung terasa dalam satu periode kepemimpinan.
Sebaliknya, penelitian (Ortega et al., 2022) menunjukkan bahwa investasi dalam pendidikan dan Research and Development (R&D) sangat penting untuk mendorong inovasi dan meningkatkan produktivitas, yang merupakan inti daya saing nasional. Negara-negara yang lebih memprioritaskan pendidikan dan R&D menciptakan lingkungan yang mendukung perkembangan inovasi, yang sangat penting bagi pertumbuhan ekonomi jangka panjang.
Dalam sektor pembangunan, model pertumbuhan ekonomi Romer menegaskan bahwa pengembangan R&D mampu mendongkrak pembangunan negara. Inovasi dan peningkatan teknologi yang dihasilkan melalui investasi dalam R&D dapat menopang pertumbuhan ekonomi (Jones, 1995).
Indonesia juga menghadapi risiko fenomena Dutch Disease, seperti yang dialami Belanda ketika ketergantungan terhadap sumber daya alam menghambat pengembangan sektor lainnya. Indonesia kini dihadapkan pada pilihan: apakah akan terus bergantung pada eksploitasi sumber daya alam atau memperkuat IPTEK dan inovasi sebagai penopang utama pembangunan?
Membangun Ekosistem Kebijakan Berkelanjutan untuk IPTEK dan Inovasi Nasional
Konsistensi dalam kebijakan IPTEK dan inovasi sangat diperlukan untuk mendorong pembangunan berkelanjutan. Jika pola eksploitasi terus dipertahankan, Indonesia berisiko mengalami Dutch Disease dalam versi modern, di mana ketergantungan pada sumber daya alam menghambat diversifikasi ekonomi dan pertumbuhan sektor berbasis inovasi.
Malaysia, misalnya, menempati peringkat kedua di Asia Tenggara dalam Indeks Inovasi Global (GII) 2024 dengan skor 40,5, berkat investasi berkelanjutan dalam riset, infrastruktur teknologi, serta kolaborasi antara sektor publik dan swasta. Sebaliknya, Indonesia dengan skor 30,6 masih tertinggal dibandingkan Filipina (31,1) dan Malaysia (40,5), yang menunjukkan perlunya peningkatan investasi dalam R&D serta insentif bagi industri berbasis teknologi (Faiza et al., 2024).
Vietnam juga menjadi contoh bagaimana strategi inovasi berbasis investasi dan kemitraan teknologi dapat mempercepat pertumbuhan sektor industri berbasis pengetahuan. Keputusan Nvidia tahun 2024 untuk berinvestasi dalam kecerdasan buatan dan teknologi lainnya di Vietnam menunjukkan bahwa negara yang berhasil membangun ekosistem inovasi yang kondusif akan lebih menarik bagi investor global (Cholandha, 2024).
Bagi Indonesia, memperkuat komitmen politik dan kebijakan berbasis riset menjadi langkah krusial dalam mendorong pertumbuhan inovasi yang berkelanjutan serta meningkatkan daya saing nasional di tingkat regional maupun global.
Langkah Strategis
Perkembangan IPTEK dan inovasi harus menjadi perhatian bersama, bukan sekadar wacana teknokratis atau implementasi parsial. Fokus terhadap ilmu pengetahuan, teknologi, dan inovasi harus diintegrasikan ke dalam platform politik nasional. Untuk memastikan IPTEK dan inovasi menjadi elemen fundamental dalam pembangunan nasional, dibutuhkan komitmen politik yang kuat. Political will dan kebijakan yang jelas harus menjadikan IPTEK sebagai instrumen utama dalam menghadapi persaingan global.
Selain itu, pola kebijakan politik hendaknya tidak hanya mengandalkan eksploitasi sumber daya alam tanpa upaya serius untuk menciptakan nilai tambah melalui inovasi dan industri berbasis pengetahuan. Akademisi juga memiliki peran krusial dalam membangun tradisi akademik yang kritis, mengidentifikasi ketimpangan kebijakan, serta mendorong evidence-based policy.
Dengan demikian, sinergi antara pemerintah, akademisi, industri, dan masyarakat sipil sangat diperlukan untuk menciptakan ekosistem kebijakan IPTEK yang berkelanjutan dan berdaya saing global. Indonesia harus mampu membuktikan bahwa investasi dalam IPTEK dan inovasi bukanlah beban, melainkan fondasi utama untuk pembangunan jangka panjang yang berkelanjutan.