Taqiya Arini Putri – Dosen Ilmu Politik UIN Sunan Gunung Djati Bandung.

Disruption dan Uncertainty menjadi situasi yang menggambarkan betapa dinamisnya perkembangan masyarakat Indonesia saat ini. Dalam era yang penuh ketidakpastian dan perkembangan yang begitu cepat, kita menyadari bahwa peran ilmu pengetahuan, teknologi, dan inovasi semakin strategis dalam menentukan arah serta masa depan bangsa.

Indonesia, sebagai negara dengan potensi sumber daya manusia dan alam yang melimpah, memiliki peluang besar untuk bergerak bersama ilmu pengetahuan, teknologi, dan inovasi sebagai pilar utama pembangunan.

Peran ini tentunya mendukung perjalanan menuju visi besar Indonesia agar mampu bersaing secara produktif di kancah global. Namun, seiring dengan itu, tantangan dan pertanyaan besar muncul:

Apakah kebijakan ilmu pengetahuan, teknologi, dan inovasi Indonesia telah menemukan jalannya? Ataukah justru terjebak dalam arus dinamika politik yang tidak menentu?

Di tengah pergantian kepemimpinan dan prioritas politik yang terus berubah mengikuti sikap politik presiden terpilih, arah keberlangsungan ilmu pengetahuan, teknologi, dan inovasi di Indonesia menghadapi rintangan untuk tetap relevan dan berkelanjutan.

Beberapa waktu terakhir, berkembang narasi publik tentang kebijakan riset dan pendidikan yang dipengaruhi oleh dinamika fiskal dan politik internal.

Penghematan anggaran jelas menimbulkan kekhawatiran, terutama dalam konteks keberlangsungan pendidikan dan penelitian. Belum lagi soal pendidikan yang hanya diposisikan sebagai sektor pendukung dalam prioritas nasional saat ini.

Bukankah kebutuhan akan ilmu pengetahuan yang terus berkembang adalah standar yang harus dipenuhi oleh pemerintah dan segenap masyarakat? Mencerdaskan kehidupan bangsa—demikian bunyi amanat dalam dasar negara yang kita anut selama ini.

Ini Bukan Sekadar Tentang Efisiensi dan Realokasi Anggaran

Pagu anggaran Badan Riset Nasional (BRIN) tahun ini dilaporkan mengalami efisiensi sebesar Rp2,074 triliun. Pemotongan dana riset ini berdampak pada pembatasan personel untuk riset lapangan, pengurangan atau peniadaan belanja bahan, serta pemotongan dana lainnya (CNN Indonesia, 2025).

Anita Jacoba, legislator Komisi X DPR RI, menyoroti ketimpangan alokasi anggaran yang lebih banyak digunakan untuk gaji dan operasional (65%) dibandingkan dengan program riset dan inovasi (34%) (FPD DPR, 2025).

1 2



Sumber:

Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News

Penulis
Exit mobile version