Oleh : Widi Garibaldi
Pusing menghadapi ulah para penjahat kelas kakap yang berani dan nekad melawan kekuasaan negara seperti Al Capone beserta Mafianya, memaksa pemerintah mencari penjara khusus manakala penjahat kelas kakap itu tertangkap.
Al Capone lahir dari keluarga migran Italia dan kemudian menjelma menjadi gangster terkenal dan paling berbahaya serta ditakuti di AS dengan mafianya, ia berhasil membangun bisnis perjudian, minuman keras serta prostitusi.
Al Capone dikenal sebagai gangster licin seperti belut dan berkat dollarnya yang melimpah ia berhasil membeli oknum penegak hukum. Karena itu, ketika ia tertangkap, ia tidak dimasukkan ke dalam sembarang penjara. Penjahat kaliber kakap itu mendekam di penjara khusus, yang dibangun di pulau Alcatraz, sebuah pulau karang mungil di teluk San Francisco. Pulau ini jauh dari daratan, dikelilingi arus yang kuat dan dingin serta menjadi hunian ikan hiu pemangsa. Pokoknya, mustahil melarikan diri tanpa harus mengorbankan nyawa.
Mafia BBM dan Korupsi 1 Kuadriliun: Momentum Bersih-bersih Pertamina di Era Prabowo
“Angan2 Prabowo”
Di hadapan para Rektor dan sejumlah Dekan perguruan tinggi negeri dan swasta, Presiden ke-8 RI, Prabowo Subianto baru-baru ini kembali menyampaikan pidato-pidatonya yang bombastis. Setelah mengakui bahwa korupsi adalah ancaman utama yang dihadapi republik ini, Prabowo menyampaikan rencananya akan membangun penjara khusus bagi para koruptor itu. Ia akan mencari pulau terpencil. Di sana akan dibangun penjara khusus bagi para koruptor. Mereka akan hidup terasing dan pasti tidak akan dapat melarikan diri. Siapa yang nekad tentu akan berhadapan dengan ikan hiu ganas yang senantiasa mencari mangsa.
Apa yang dibayangkan oleh Prabowo ini tentu tidak akan mengulangi cerita penjara Sukamiskin yang berhasil disulap menjadi “hotel” oleh para penghuninya yang bekerja sama dengan para petugas. Setya Novanto yang mantan Ketua Golkar itu misalnya, leluasa menikmati dinginnya AC. Serasa di kantor sendiri ketika menjadi Ketua DPR, ia dapat mengikuti kegiatan politik melalui siaran TV. Juga tidak akan terulang cerita Gayus Tambunan, terpidana suap pajak yang leluasa mengontrak rumah di depan penjara sehingga leluasa bertemu dengan isterinya manakala rasa rindu menerpa.
Apa yang diangan-angankan Prabowo itu memang bukan barang mustahil. Tapi kapan ? Pertanyaan yang wajar karena pengadaannya yang membutuhkan waktu cukup lama dan biaya yang tidak sedikit. Di balik angan-angan itu, korupsi berlangsung terus. Bukankah ada tindakan-tindakan urgen yang harus dilakukan agar korupsi di negeri ini tidak benar-benar semakin merajalela ? Katakanlah, pengesahan UU Perampasan Aset yang sudah ada Surpresnya. Juga revisi UU No.19 tahun 2019 yang menempatkan Komisi Pemberantasan Korupsi di bawah kekuasaan Eksekutif sehingga tidak lagi menjadi Lembaga yang mandiri.
Mengingat Lembaga Legislatif sebagai pembentuk undang-undang berada dalam genggaman Prabowo sebagai Presiden maka pembentukan undang-undang untuk memperkuat upaya pemberantasan korupsi itu adalah hal yang sangat realisistis untuk dilakukan.
Masalahnya, benar-benar mau memberantas korupsi atau tidak ?