Oleh: Daddy Rohanady
Anggota Fraksi Gerindra DPRD Jawa Barat
Sarana pendidikan yang memadai merupakan faktor utama dalam menciptakan lingkungan belajar yang sehat dan nyaman bagi siswa. Salah satu aspek penting yang masih menjadi permasalahan di banyak sekolah adalah ketersediaan toilet yang layak. Permendikbud Nomor 24 Tahun 2007 menetapkan bahwa rasio ideal toilet sekolah adalah 1:40 untuk siswa laki-laki dan 1:25 untuk siswa perempuan. Namun, kenyataannya, banyak sekolah di Jawa Barat masih belum memenuhi standar ini.
Ada kasus anak-anak di Kecamatan Talun kab Cirebon terpaksa sekolah ke Kab Kuningan. Ini akibat di Kecamatan Talun belum ada SMA/SMK Negeri.
Jadi, memang ada beberapa kecamatan yang tetap membutuhkan USB, semisal Kecamatan Talun.
Kondisi ini bukan hanya berdampak pada kenyamanan, tetapi juga berpengaruh terhadap kesehatan, efektivitas proses belajar, serta kesejahteraan siswa perempuan yang membutuhkan fasilitas sanitasi yang lebih baik, terutama terkait Manajemen Kebersihan Menstruasi (MKM). Oleh karena itu, Pemprov Jawa Barat perlu mengambil langkah nyata untuk memastikan setiap sekolah memiliki fasilitas sanitasi yang sesuai standar.
Dampak Kekurangan Toilet di Sekolah
1. Menurunnya Kesehatan dan Kebersihan Siswa
Sanitasi yang buruk meningkatkan risiko penyakit seperti infeksi saluran kemih, diare, dan penyakit kulit. Siswa yang tidak memiliki akses ke toilet yang cukup sering terpaksa menahan buang air, yang dapat berdampak buruk pada kesehatan mereka.
2. Gangguan Konsentrasi dalam Belajar
Antrian panjang di toilet menyebabkan siswa kehilangan waktu belajar. Selain itu, rasa tidak nyaman akibat harus menahan buang air dapat mengurangi fokus dan produktivitas mereka di kelas.
3. Dampak Buruk bagi Siswa Perempuan
Siswa perempuan, terutama saat menstruasi, membutuhkan toilet yang cukup dan bersih. Kekurangan toilet yang layak bisa menyebabkan mereka merasa tidak nyaman, bahkan meningkatkan angka absensi karena memilih tidak masuk sekolah saat menstruasi.Rasio Toilet
4. Kesulitan dalam Manajemen Kebersihan Menstruasi (MKM)
Manajemen Kebersihan Menstruasi (MKM) mencakup akses terhadap air bersih, toilet yang layak, tempat pembuangan pembalut, serta edukasi mengenai kesehatan menstruasi. Jika fasilitas ini tidak tersedia, siswa perempuan bisa mengalami kesulitan dalam menjaga kebersihan saat menstruasi, yang berpotensi menimbulkan infeksi dan masalah kesehatan lainnya.
Tantangan Pemprov Jabar dalam Memenuhi Standar Toilet Sekolah dan MKM
1. Keterbatasan Anggaran
Dengan jumlah sekolah yang sangat banyak, alokasi anggaran untuk pembangunan toilet sering kali masih terbatas, sementara kebutuhan lain seperti ruang kelas dan gaji guru juga harus dipenuhi.
2. Ketimpangan antara Sekolah di Perkotaan dan Pedesaan
Sekolah di kota besar cenderung memiliki fasilitas lebih baik dibandingkan dengan sekolah di daerah terpencil, sehingga kesenjangan dalam pemenuhan standar toilet dan MKM masih terjadi.
3. Kurangnya Kesadaran akan Pentingnya MKM di Sekolah
MKM sering kali masih dianggap sebagai isu sekunder oleh pihak sekolah, padahal dampaknya sangat besar bagi kesejahteraan dan keberlanjutan pendidikan siswi perempuan.
4. Masalah Pemeliharaan Toilet Sekolah
Tidak sedikit toilet yang sudah dibangun tetapi akhirnya rusak atau tidak dapat digunakan karena kurangnya pemeliharaan. Hal ini juga berlaku pada fasilitas pendukung MKM, seperti tempat pembuangan pembalut yang tidak tersedia atau tidak berfungsi.
Solusi untuk Memenuhi Standar Toilet Sekolah dan MKM dalam Waktu Dekat
1. Alokasi Anggaran Khusus untuk Sanitasi Sekolah dan MKM
Pemprov Jabar harus memasukkan pemenuhan rasio toilet dan fasilitas MKM dalam prioritas APBD sektor pendidikan. Dana BOS dan Dana Alokasi Khusus (DAK) bisa diarahkan lebih besar untuk renovasi dan pembangunan toilet serta fasilitas pendukung MKM.
2. Kerja Sama dengan UNESCO dan Organisasi Internasional
UNESCO telah lama menyoroti pentingnya MKM dalam dunia pendidikan. Pemprov Jabar bisa menjalin kerja sama dengan UNESCO dan lembaga internasional lainnya untuk mendapatkan bantuan teknis dan dana dalam pengadaan fasilitas sanitasi yang lebih baik bagi siswa perempuan.
3. Revitalisasi dan Optimalisasi Toilet yang Ada
Sekolah yang memiliki toilet dalam kondisi rusak harus segera diperbaiki sebelum membangun fasilitas baru. Program pemeliharaan berkala juga harus diterapkan untuk menjaga kondisi toilet tetap layak digunakan.
4. Program Edukasi Sanitasi dan MKM di Sekolah
Selain membangun toilet yang cukup, penting juga untuk mengedukasi siswa, guru, dan orang tua tentang kebersihan sanitasi dan MKM. Sekolah bisa menerapkan sistem piket kebersihan toilet, penyediaan pembalut gratis, serta program sosialisasi mengenai pentingnya menjaga kebersihan saat menstruasi.
5. Pengawasan dan Evaluasi oleh Dinas Pendidikan
Dinas Pendidikan Jawa Barat perlu melakukan pemantauan berkala terhadap pemenuhan rasio toilet dan fasilitas MKM di sekolah-sekolah. Evaluasi ini bisa menjadi dasar untuk menentukan sekolah mana yang paling membutuhkan bantuan dalam pembangunan fasilitas sanitasi.
Pemenuhan rasio toilet yang sesuai standar 1:40 untuk siswa laki-laki dan 1:25 untuk siswa perempuan, serta ketersediaan fasilitas MKM yang memadai, bukan sekadar masalah infrastruktur, tetapi juga menyangkut hak dasar siswa untuk mendapatkan lingkungan belajar yang sehat dan nyaman.
Jika Pemprov Jabar ingin meningkatkan kualitas pendidikan dan mengurangi angka absensi siswa perempuan karena kurangnya fasilitas MKM, maka pemenuhan fasilitas sanitasi sesuai Permendikbud Nomor 24 Tahun 2007 harus menjadi prioritas utama.
Dengan strategi yang tepat, kolaborasi berbagai pihak, serta kerja sama dengan organisasi internasional seperti UNESCO, target pemenuhan standar toilet sekolah dan MKM dapat tercapai dalam waktu dekat.