Dindin Machfudz, Pemerhati Komunikasi, Interaksi dan Keadilan.
Oleh Dindin M. Machfudz
Pemerhati Komunikasi, Interaksi dan Keadilan
Entah kenapa, belakangan ini saya sangat suka sekali membaca dan meresapi teks, narasi atau diksi ayat-ayat Allah Yang Mahasuci dan Mahaagung itu.
Dan entah kenapa pula, belakangan ini saya jadi menaruh perhatian ekstra terhadap sosok-sosok militer ini. Tiada lain lantaran diksi atau narasi atau perkataan mereka kepada bangsa Melayu Pulau Rempang Batam Kepri itu bernada ancaman yang bikin siapa pun merinding dan ‘ngeri-ngeri tidak sedap’.
Selain itu juga sekaligus mengindikasikan mencuatnya kepak-kepak sayap kejumawaan. Memandang seakan di semesta alam ini tidak ada lagi sosok, entitas atau substansi yang berkuasa selain dirinya. Bagaimana halnya Tuhan? Ah, itu nihil, begitu mungkin pikirnya. Utopis. Cuma khayalan atau dongengan orang-orang masa silam belaka.
Padahal Allah memperingatkan dengan keras agar kita jangan berlaku sombong atau zalim sebab Allah tidak menyukai orang-orang sombong (QS Luqman/31 ayat 18) serta menegaskan: “Maka orang-orang yang zalim itu dimusnahkan sampai ke akar-akarnya. Dan segala puji bagi Allah, Tuhan seluruh alam,” tulis QS Al-An’am/6 ayat 45.
Sebagaimana kita saksikan ancaman-ancaman petinggi militer tersebut bunyinya antara lain begini:
“Saya akan buldozer siapa pun yang menghalangi proyek investasi,” ujar LBP alias Luhut Binsar Panjaitan yang acap dipanggil ‘Opung’ tentang penolakan bangsa Melayu atas rencana ‘pengusiran’ mereka demi pembangunan kompleks industri Rempang Eco City dimaksud yang bermitra bisnis dengan perusahaan glass RRT Xinyi Group, yang oleh para netizens milenial diragukan reputasi dan kinerjanya serta bukanlah yang terbesar di industri kaca dunia.”
“Saya akan kirim pasukan ke pulau Rempang untuk menertibkan Rempang .. Saya akan piting mereka (Rakyat Melayu Pulau Rempang). Jika mereka seribu, saya akan kirim pasukan seribu juga. Seorang memiting seorang. Tahukah kalian piting?!” ucap Panglima TNI Laksamana TNI Yudo Margono yang baru beberapa bulan menduduki jabatan dimaksud.
Perkataan demikian rasanya tidak elok diucapkan oleh petinggi militer atau penyelenggara negara di negeri yang berazaskan nilai-nilai luhur Pancasila. Khususnya sila ‘Kemanusiaan yang Adil dan Beradab’ serta ‘Keadilan Sosial bagi seluruh Rakyat Indonesia’, dan lebih khusus lagi sila ‘Ketuhanan Yang Maha Esa” dan “Persatuan Indonesia’ serta ‘Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan’ sebagaimana termaktub dalam Amanat Pembukaan Konstitusi UUD 1945.
Oleh karenanya, boleh jadi para petinggi militer tadi lagi lupa pada sejarahnya, yakni bahwa ‘Ibu Kandung TNI adalah Rakyat’. Rakyatlah yang melahirkan prajurit-prajurit tangguh, hebat, ksatria yang gagah berani dan santun. Bahkan Panglima Besar Jenderal Soedirman, Pemimpin Besar TNI yang pertama dan kharismatik adalah seorang Guru Sekolah Rakyat (SR) Muhammadiyah di Purbalingga, Jawa Tengah.
Soedirman juga tergabung dalam PETA dan Kepanduan Pemuda Muhammadiyah. PP Muhammadiyah sendiri adalah ormas Islam yang memiliki 174 Universitas di dalam negeri dan luar negeri termasuk di Malaysia dan Australia, 3364 sekolah SD, SMP, SMA, SMK serta 4623 TK dan TPQ di 34 Provinsi.
Selanjutnya bilamana kita merujuk ke pertempuran Surabaya, 10 November 1945, TNI belumlah eksis waktu itu. Para pemuda terutama para Santri dan Kyai-nyalah yang banyak berkiprah saat itu baik yang tergabung dalam lasykar Hizbullah maupun lasykar rakyat lainnya.
Merekalah yang banyak berguguran sebagai ‘syuhada’ di medan tempur dahsyat itu. Jumlahnya mencapai puluhan ribu pemuda gugur, sementara di pihak pasukan Sekutu tercatat ribuan serdadunya tewas, termasuk dua Jenderalnya, yaitu:
Brigjen Aubertin Walter Sothern Mallaby dan penggantinya Brigjen Robert Guy Loder Symond, keduanya merupakan pemimpin pasukan yang memenangi Perang Dunia II di Asia-Pasifik tahun 1945.
Lantas, melalui tulisan ini saya ingin menyadarkan para pewaris militer Jenderal Besar Soedirman atau pejabat negara: “Hormatilah Ibumu sebagaimana pesan Rasul Allah Nabi Saw tatkala ditanya sahabatnya, siapakah yang harus aku muliakan terlebih dahulu wahai Nabi? Dengan lugas beliau menjawab:
“Ibumu”, Lalu siapa? “Ibumu”, Kemudian siapa? “Ibumu”, Selanjutnya siapa? “Ayahmu” (HR Bukhari – Muslim).
Dalam tulisan beraroma tasawuf ini juga saya ingin mengingatkan akan ‘kehebatan’ dan ‘keperkasaan’ dua Ibu atau dua perempuan asal Aceh, yaitu Laksamana Malahayati (1550 – 1615) dan Cut Nyak Dhien (1848 – 1908) yang memimpin pertempuran dahsyat melawan pasukan Portugis dan Belanda dengan “gagahnya” setelah suaminya masing-masing “perlaya” atau gugur di medan perang.
Laksamana Malahayati atau Keumalahayati, adalah lulusan Akademi Militer Angkatan Laut Baitul Maqdis milik Kesultanan Aceh Darussalam yang memimpin 2000 Inong Balee (janda para pahlawan yang gugur dalam perang Teluk Haru Aceh saat melawan armada Portugis).
Srikandi yang berpangkat Laksamana tulen dan keturunan Kesultanan Aceh ini terlibat aktif. Bahkan memimpin armada kapal perang Aceh melawan armada Portugis dan Belanda di perairan Aceh.
Dalam Perang Aceh tahun 1599 ini, pemimpin VOC Cornelis de Houtman tewas terbunuh dalam duel satu lawan satu versus Malahayati. Adapun adik oknum Belanda tersebut, Frederick de Houtman tertangkap dan kemudian digelandang ke Kesultanan Aceh Darussalam.
Adapun Cut Nyak Dhien adalah Srikandi Aceh yang kepahlawanannya masyhur dan tangguh tak terkalahkan di medan perang Meulaboh. Beliau sebagai pemimpin pasukan geriljawan yang gagah berani dan jenius akhirnya tertangkap pasukan Belanda pimpinan Jenderal Joannes Benedictus van Heutsz dalam keadaan sakit dan lemah serta mata rabun.
Setelah berangsur pulih dalam perawatan di rumah sakit, semangat berperangnya tetap menyala sehingga akhirnya Cut Nyak Dhien diasingkan ke Sumedang Jawa Barat hingga wafat tahun 1908. Inna Lillahi Wa Inna Ilaihi Rojiun.
***
TENTANG protes atas aksi pengusiran dan penggusuran warga Bangsa Melayu Rempang dari pulau Rempang yang telah dihuni sejak abad ke-18 silam, berbagai pihak telah memberikan butir-butir pikiran dan opininya, termasuk oleh PB NU dan PP Muhammadiyah.
Kedua ormas Islam terbesar ini, yang massa anggota dan simpatisannya mencapai 60-70 juta jiwa, atau terbesar di banding massa partai politik mana pun di NKRI, secara khusus telah memberikan catatan dan himbauan yang intinya adalah agar Pemerintah mengutamakan kepentingan masyarakat. Itu pertama.
Kedua, mendesak pemerintah segera menjamin dan memuliakan hak-hak masyarakat Pulau Rempang untuk hidup dan tinggal di tanah yang selama ini mereka tempati. Demikian sikap PP Muhammadiyah.
Adapun sikap PB NU adalah PBNU selalu menyertai dan mengawal perjuangan rakyat untuk mendapatkan keadilan melalui cara-cara yang sesuai kaidah hukum dan konstitusi. (Selanjutnya lihat headline Kompas edisi 16 September 2023)
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 Tentang Pengadilan HAM yang berbasiskan ‘Rome Statute of International Criminal Court’ atau Statuta Roma, menegaskan bahwa kejahatan kemanusiaan diartikan ‘Sebagai bagian dari serangan yang meluas atau sistematik dan diketahui bahwa serangan tersebut ditujukan secara langsung terhadap penduduk sipil’.
Disebutkan pula “kejahatan kemanusiaan” dimaksud adalah sebagai berikut:
1. Pembunuhan; 2. Pemusnahan; 3. Perbudakan; 4. Pengusiran atau pemindahan penduduk secara paksa; 5. Perampasan kemerdekaan atau perampasan kebebasan fisik lain secara sewenang-wenang yang melanggar ketentuan pokok hukum internasional; 6. Penyiksaan; 7. Perkosaan, perbuatan seksual, pelacuran secara paksa, pemaksaan kehamilan, pemandulan secara paksa, dan bentuk-bentuk kekerasan seksual lain yang setara; 8. Penganiayaan terhadap kelompok tertentu, dst; 9. Penghilangan orang secara paksa; 10. Kejahatan apartheid.
Pada laman Tuko disebutkan, 10 Biggest Crime Against Humanity in the World, adalah: The Holocaust, Cambodian Genocide, Rwandan Genocide, Armenian Genocide, Holodomor, The Nigerian Civil War, Nanjing Massacre, Atomic bombings of Hiroshima and Nagasaki, Native American Genocide (Indian), Circassian Genocide.
Tentu saja masih dapat ditambahkan tentang pembantaian warga Jerusalem di Perang Salib, Pengusiran bangsa Palestina oleh Zionis Yahudi, Pembantaian Muslim di Spanyol, Pembantaian bangsa Bosnia, Pembunuhan 65 juta warga Tiongkok non-komunis oleh rezim Mao Zedong, dan ribuan demonstran yang terbunuh di lapangan Tian Anmen yang digilas oleh Panser dan mobil lapis baja.
Alfa – Omega, kejahatan kemanusiaan itu de facto. Hakikatnya selalu menimbulkan kesengsaraan, kenestapaan, dan bencana kemanusiaan lainnya.
Tentunya, kita tak ingin hal serupa terulang kembali di NKRI pasca Peristiwa PKI Madiun, Peristiwa PKI 30 September 1965 yang membunuh 6 Jenderal TNI Terbaik hanya dalam tempo semalam serta pembantaian puluhan ribu umat Muslim beserta Santri dan Kyai pengasuh pesantrennya jelang Gestapu PKI 1965.
Atas semua kejahatan dan kejahiliyahan di atas, Allah Yang Mahaperkasa memperingatkan dalam QS Al-Haj/22 ayat 39: “Diizinkan berperang bagi orang-orang yang diperangi karena sesungguhnya mereka dizalimi. Dan sungguh, Allah Maha Kuasa menolong mereka itu.”
Sementara dalam QS Al-Haj/22 ayat 40: “Yaitu orang-orang yang diusir dari kampung halamannya tanpa alasan yang benar hanya karena mereka berkata, ‘Tuhan kami ialah Allah’.”
Dan masyarakat Rempang sudah menyatakan sikapnya dengan ‘clear dan clean’ akan tetap bertahan. Katanya: “Lebih baik mati berdiri dari pada tergusur.”
Lantas, bagaimana solusinya?!
Penulis dengan segala pertimbangan yang dimiliki mengusulkan dengan saksama: “Demi kebaikan bersama, batalkanlah rencana penggusuran tersebut. Proyek Strategis Nasional dadakan tersebut sebaiknya dialihkan ke lokasi yang lain yang lebih maslahat bagi bangsa dan negara kita.”
Dalam konteks ini, Allah menegaskan: “Dan kunci-kunci semua yang gaib ada pada-Nya, tidak ada yang mengetahui selain Dia. Dia mengetahui apa yang ada di darat dan di laut. Tidak ada sehelai daun pun yang gugur yang tidak diketahui-Nya. Tidak ada sebutir biji pun dalam kegelapan bumi dan tidak pula sesuatu yang basah atau yang kering, yang tidak tertulis dalam Kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh),” tulis QS Al-An’am/6 ayat 59.
Bukankah Allah tidak lelah dan tidak tidur dalam mengurus semua makhluk ciptaan-Nya? Allah adalah Al-Matin, Yang Mahakokoh kekuatan-Nya dan Allah Al-Qawiyyu, Yang Mahasempurna kekuasaan-Nya.
Guru Besar Ilmu Tasawuf UIN Jakarta Prof Asep Usman Ismail dalam bahasan Asmaul Husna menuturkan begini:
“Kedua Asma Allah tersebut merupakan nama dan sifat Allah dan perbuatan Allah yang menunjukkan Jalaliyyah Allah, Allah Yang Mahagagah, Mahaperkasa. Maha kokoh tak terkalahkan, Mahakuat tak terkalahkan. Mahakuat tak tertundukkan oleh apa pun dan siapa pun. Sedangkan manusia bijak adalah yang menyadari diri sejatinya. Lalu mendekat kepada Allah sedekat-dekatnya, menjadi sahabat Allah dan kekasih-Nya.”
“Pikiran, emosinya dan ruhaninya terpaut dengan Allah, bahkan jasmaninya pun damai dalam sujud dan ruku kepada-Nya. Manusia jenis ini mampu menyerap dan mentransformasikan sifat Allah Al-Qswiyyu dan Al-Matin jadi sumber kekuatan, kekokohan dan kemantapan pendiriannya.”
Setidaknya, kita tidak menjadi ‘Ilmuwan manipulator’, ‘Peneliti manipulator’, ‘Anggota parlemen manipulator”, “Pejabat manipulator”, “Pebisnis manipulator” atau “Manusia serakah”.(*)
Penafian: Opini di atas murni adalah tanggung jawab penulis. Redaksi Koran Mandala hanya sedikit melakukan penyuntingan tanpa mengubah logika dan makna tulisan.