Ketua Umum Partai Demokrat, Agus Harimurti Yudhoyono alias AHY.
Oleh : Dedi Asikin
Politik itu seperti kata Plato, filosof Yunani kuno (lahir tahun 347 SM), adalah cara untuk mendapatkan kekuasaan. Setelah berkuasa dapat melakukan segala usaha untuk kepentingan bersama.
Pada kenyataannya lewat partai politik orang lebih cepat mendapatkan jabatan tinggi mulai menteri sampai Presiden.
Melalui jabatan karir (civil) atau militer biasanya ditempuh lama.Paling tidak harus ditempuh sekitar 30 tahun.
Di ranah civil biasanya harus sampai eselon I sedang di militer untuk bisa jadi Menteri saja harus sampai jendral. Biasanya setelah menjabat panglima TNI atau Kapolri.
Analoginya melalui jabatan karir itu ibarat lewat jalan arteri. Lewat jalan itu harus meliuk liuk merayapi belokan kiri kanan, kadang terhalang pintu kereta atau jalan macet.
Baca juga: Mandul Dua Pertandingan, Kedatangan Ramadhan Sananta Jadi Angin Segar Bagi Timnas Indonesia U-24
Sedang melalui politik ibarat lewat jalan tol.Melaju cepat tanpa hambatan. Itu cuma logika dan analogi saja.
Tak semua demikian memang, jalan tol juga sekarang kadang terjebak macet. Salah satu contoh, apa yang dialami Agus Harimurti Yudhoyono, AHY.
Ia resign dari TNI, karena merasa itu jalur lambat.Apalagi karena mengalami cacat fisik, katanya pangkat dia akan mentok di Kolonel, gak bisa sampai jendral. Padahal nanti itu usianya sudah 58 tahun.
Ternyata AHY termasuk yang tidak melesat lewat jalan tol. Terjebak fenomena jalan tol masa kini. Bisa terjadi kemacetan.
Pasca keok di pertarungan Pilgub DKI Jakarta 2017, AHY masih belum menemukan pintu gerbang. Mungkin baru tahun 2024 jika Prabowo yang didukungnya menang dan jadi presiden.
Baca juga: Bukan 504, Tapi 989 Hektare Lahan yang Hangus Terbakar Akibat Flare di Gunung Bromo, dan Rugi Rp89 Miliar
Sekadar jabatan Menteri, mungkin dia dapat. Contoh yang mulus mungkin bisa disebut nama dr. Abdul Ghafur.
Dia itu hengkang dari jabatan militer (AU) dengan pangkat mayor dan langsung jadi Menteri (Menpora).
Jabatan prestisius itu merupakan balas budi dari presiden Suharto. Ghafur dan teman teman aktivis 66 antara lain Akbar Tandjung, Cosmas Batubara, Fachmi Idris, Yusuf Wanandi, Mar’i Muhammad David Napitupulu dll, telah melapangkan jalan bagi Soeharto kepuncak kekuasaan.
Ada contoh lain yang lebih konkret, membuktikan bahwa jabatan politik itu identik jalan tol. Tapi ini terjadi di negeri orang.
Adalah Piet de Jong , seorang anggota angkatan laut kerajaan Belanda. Tahun 1934 dalam usia 29 tahun dia lulus dari sekolah angkatan laut kerajaan Belanda. Selama berdinas 24 tahun, ia pernah menjadi komandan salah satu kapal selam, menjadi ajudan ratu Juliana dan Kepala Staf Pangeran Bernhard.
Baca juga: Kenapa PNS Dilarang Like, Komen, Unggah, Bagikan.Media Sosial Calon Capres? Ternyata Ini Alasan dan Sanksinya
Tahun 1958 keluar dari dinas aktif dan masuk partai politik. Mula mula di partai Rakyat Demokratic. Hanya butuh waktu 1 tahun, (1959) dia dicalonkan partai nya menjadi Wakil Menteri Angkatan Laut dalam kabinet de Quay.
Tahun 1963 dicalonkan dan menjadi Menteri Pertahanan kabinet Mijnen. Dan dalam pemilu 1967 Piet dicalonkan partai Christian Democratic dalam pemilu. Menang dan menjadi Perdana Menteri kerajaan Belanda (1967-1971).
Piet de Jong telah membuktikan bahwa parpol identik dengan jalan tol. Melesat bebas hambatan. Tinggal mayor AHY masih menunggu jalan Tuhan. Taqdirullah, insyaallah. (*)
Penafian: Opini di atas murni adalah tanggung jawab penulis. Redaksi Koran Mandala hanya sedikit melakukan penyuntingan tanpa mengubah logika dan makna tulisan.