Oleh : DEDI ASIKIN
Rumit bin sulit memahami kasus Syahrul Yasin Limpo itu. Ada isu korupsi, ditemukan setumpuk uang plus 12 pucuk senpi, juga ada isu gratifikasi.
Langkah Aarat Penegak Hukum (APH) juga simpang suliwer antara KPK dan Polisi. Secara resmi KPK belum menjelaskan tentang status Menteri Syahrul Yasin Limpo.
Yang ada bocoran disana sini. Katanya ada surat pemberitahuan kepada Presiden. Padahal
UU KPK tidak mewajibkan KPK melapor ke Presiden.
Baca Juga: MK BUKAN MAHKAMAH KERANJANG SAMPAH
Lalu ada juga keterangan Menkopolhukam Mahfud MD membenarkan kasus itu.
Kabar yang tersebar katanya di rumah dinas Menteri Pertanian (Mentan) itu, tim sidik KPK menemukan gepokan uang, mencapai Rp30 miliar.
Yang menarik dan menambah heran juga ditemukan 12 pucuk senjata berbagai jenis.
Baca Juga: Rempang dan Tujuh Ayat untuk Para Jenderal
Buat apa menteri pertanian menyimpan beceng?.
Mau main tembak-tembakan seperti Jenggo di film Cowboy? Ada ada saja Daeng Menteri ini.
Makin anehnya, KPK kok tidak melanjutkan gerakan setelah melakukan penggeledahan.
Bahkan ketika SYL pulang dari Eropa (terlambat) tanggal 4 Oktober 2023 lalu, KPK masih terkesan diam membisu.
Padahal menurut advokat senior, Todung Mulya Lubis, seharusnya KPK menjemputnya di Bandara Soekarno-Hatta.
Malah keduluan polisi yang memanggilnya tanggal 6 Oktober 2023. Bukan urusan beceng.
Polisi melakukan klarifikasi soal isu gratifikasi oleh pimpinan KPK kepada SYL untuk memoles kasus korupsi di kementan.
Polisi menerima pengaduan masyarakat (Dumas) yang menyebut SYL dan atau Kementan menjadi ‘korban’ pemerasan pimpinan KPK.
Itupun Ditkrimsus Polda metro jaya masih menyisakan PR. Tak jelas apakah pemerasan yang sebutkan Dumas itu benar terjadi? Padahal polisi sudah memeriksa 6 orang saksi.
Satu diantaranya ada Ajudan Menteri, Panji Heryanto, Supir Heri, juga Daeng Menteri.
Ah teu puguh tujuh puluh pak polisi mah. Bikin orang makin bingung suringung saja.
Tak hanya orang kebanyakan yang bingung dan termenung seperti maket patung bung Karno di Ciwalini, tak kurang dari mantan penyidik KPK Novel Baswedan.
Baca Juga: Realme Tantang Apple, HP Realme C53 Punya Fitur Mini Capsule yang Mirip Dynamic Island Khas iPhone
Penyidik handal yang matanya cacat permanen lantaran disiram air keras oleh orang tak dikenal itu terkaget-kaget.
Super kaget, katanya. Demikian pun ketua wadah karyawan KPK Purnomo Harahap, ketika keduanya ketemu dan ngobrol di podcast Novel, Integritas.
Mereka asyik mengulas isu pemerasan yang dilakukan pemimpin KPK .
Pertanyaannya, siapa diantara kelima orang pimpinan itu? Sendiri-sendiri atau kolektif colegial, bareng-bareng, lalu bagi hasil?
Mereka juga bahas soal nominal. Ada informasi satu miliar. Kalau satu miliar rupiah rupiah, sambil ketawa terbahak keduanya bilang itu receh sekali.
Itu mah mainan karyawan, atau paling-paling penyidik. Pimpinan mah mainannya harus ton (triliun) atuh.
Tapi kalau isu itu satu milyar dollar (Rp15 T ?) benar, ketinggian itu mah atuh, impossible, bulsit .
Kembali kepada siapa orangnya, Novel dan Purnomo sama sama bingung. Soalnya 3 dari 5 pimpinan sudah membantah.
Mereka adalah Nurul Gufron, Alexander Marwata dan Firly Bahuri (ketua). Tinggal dua orang lagi, Lili Pintauli Siregar dan Nawawi Pomolango.
Sekedar indikasi memang ada foto yang beredar berupa momen pertemuan antara Firly Bahuri dengan Syahrul Yasin Limpo di lapang bulu tangkis.
Tapi itu cuma indikasi yang sulit diukur otentikasinya. Memang yang dilakukan Firly melanggar aturan.
Tidak boleh pimpinan KPK bertemu seseorang yang sedang berurusan di KPK. Lalu siapa ? Jangan-jangan setan gundul, teriak Wisnu Wardhana SH yang bareng nonton video percakapan Novel Baswedan dengan Purnomo Harahap.
Si Wisnu pasti bercanda. Mana ada setan gundul operasi sendirian. Paling bekerjasama dengan manusia.
Pokoknya perkara Daeng Syachrul itu benar-benar bikin orang makin penasaran. Ada korupsi, ada tumpukan uang dan senpi, ada pemerasan, sampai Daeng Menteri amit mundur.
Padahal kasus itu sudah lama disentuh KPK. Padahal juga, pengaduan masyarakat kepada polisi sudah ada sejak tanggal 12 Agustus. Kok gak jelas sih. (das/sam)
Penafian: Opini di atas murni adalah tanggung jawab penulis. Redaksi Koran Mandala hanya sedikit melakukan penyuntingan tanpa mengubah logika dan makna tulisan.