Oleh : Kenny Dewi Krisdiany Harahap, S.E., MM ( Guru di PG/TK Jagad Alit Waldorf Bandung, dosen Universitas Parahyangan Bandung, Ketua Asosiasi Waldorf Indonesia, Ketua Yayasan Ahli Waris Dewi Sartika (AWIKA), dan Ketua Pengurus Ikatan Keluarga Pahlawan Nasional Indonesia wilayah Jawa Barat}.

DEWASA  ini membuat keputusan dalam memilih sekolah bagi anak menjadi semakin kompleks. Banyak hal yang perlu dipertimbangkan.
Tidak hanya faktor biaya, fasilitas, ataupun jarak tempuh ke sekolah, makin beragamnya konsep pendidikan yang ditawarkan membuat para orang tua perlu lebih cermat dalam membuat keputusan.

Sekolah merupakan sebuah lembaga formal penyelenggara pendidikan. Pendididikan seperti apa yang dibutuhkan oleh anak kita? Apa tujuan kita menyekolahkan anak?

Mari Pahami Dahulu, Apa Itu Pendidikan?

Pendidikan memiliki lingkup pemahaman yang luas. Hakikat dari pendidikan adalah proses menangkap, membaca dan mencerna. Pendidikan menjadi utuh jika proses dan hasilnya dapat
dirasakan dan diwujudkan. Pendidikan merupakan proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang dalam usaha mendewasakan manusia.

Pendidikan sebagai proses pengubahan sikap dan tata laku dapat dilaksanakan atau dapat terjadi di mana saja, baik di rumah, sekolah ataupun di luar lingkungan rumah dan sekolah. Melalui kemajuan teknologi, sekarang ini pendidikan bahkan dapat diperoleh dari dunia maya. Sumber inspirasi atau pendidik bisa siapa saja, baik orang tua, anggota keluarga, pengasuh, guru, teman, tetangga, kenalan, influencer, ataupun youtuber.

Oleh karena itu pendidikan sebagai proses belajar sepanjang hayat dipengaruhi oleh banyak faktor. Sebagai proses pengubahan sikap dan tata laku yang dapat dilakukan di mana saja dan bersumber dari siapa saja, maka pendidikan mengandung makna kebebasan atau kemerdekaan. Proses perubahan atau transformasi yang diharapkan adalah yang mengarah pada kebaikan.

Faktor Utama dalam Memilih Sekolah: Nilai-nilai Kebaikan Sebagai Landasan Pendidikan di Rumah dan di Sekolah

Tak disangkal bahwa rumah adalah lembaga pendidikan yang pertama dan utama. Orang tua adalah gurunya. Sedangkan sekolah, menjadi sebuah lembaga yang dinilai dapat memberikan pendidikan dengan lebih terorganisir dan lebih formal.

Nilai-nilai yang dipegang dan bagaimana nilai-nilai itu sebaiknya disampaikan, akan berbeda-beda bagi setiap keluarga atau bahkan berbeda antara Ayah dan Ibu. Banyak faktor yang mempengaruhinya, diantaranya adalah latar belakang budaya, latar belakang religi, pola asuh dan pola didik yang didapat orang tua, serta pengetahuan dan pemahaman orang tua mengenai pola asuh dan pola didik.

Begitu pula halnya dengan sekolah. Filosofi, konsep, kurikulum dan metode pengajaran setiap sekolah tidaklah sama. Terlepas dari di mana pendidikan itu dilaksanakan dan siapa pendidiknya, pendidikan
bertujuan untuk menyampaikan nilai-nilai kebaikan, bukan semata ilmu pengetahuan.

Perbedaan-perbedaan ini akan memperkaya proses pendidikan itu sendiri, yang pada akhirnya akan menjadi panduan untuk mempertimbangkan nilai kebaikan yang dipegang dan bagaimana nilai
kebaikan tersebut akan kita sampaikan kepada anak. Kendati demikian, perlu keselarasan antara orang tua dan guru yang berperan sebagai sumber inspirasi pendidikan yang utama.

Oleh karena itu faktor utama yang perlu dipertimbangkan dalam memilih sekolah bagi anak adalah nilai-nilai kebaikan yang terkadung dalam filosofi, visi, misi, ataupun kurikulum sebuah sekolah dan bagaimana guru menyampaikan nilai-nilai kebaikan tersebut melalui metode pengajarannya.

Kurikulum dan metode pengajaran hendaklah sesuai dengan perkembangan usia anak. Diantara sekian banyak tokoh pendidikan, Rudolf Steiner adalah salah seorang tokoh pendidikan berasal dari
Austria yang memandang pendidikan secara holistik. Ia membagi tahapan perkembangan anak ke dalam tiga tahapan usia, yaitu : di bawah usia tujuh tahun, usia tujuh hingga empat belas tahun, dan
usia empat belas hingga dua puluh satu tahun. Pembagian ini didasarkan pada perkembangan aspek jasmani, jiwa, dan spirit (body, soul, and spirit).

Hingga usia tujuh tahun, anak berusaha mengenal diri melalui tubuhnya. Proses menangkap, membaca, mencerna, merasakan, dan mewujudkan terjadi melalui aktivitas bermain dan proses
mencoba melakukan atau mengalami sendiri. Beragam gerak yang dilakukan oleh tubuh anak merupakan pengalaman langsung sebagai sumber pengetahuan. Sebagai contoh, anak setiap hari melihat cara orang tuanya makan dengan menggunakan sendok dan garpu. Ia pun mencoba melakukannya berulang kali hingga akhirnya ia terampil menggunakan sendok dan garpu.

Contoh lain adalah ketika anak melihat Ibunya memasak. Ia kemudian menirunya melalui permainan masak- masakan. Ia mendapatkan pengetahuan baru bahwa makanan yang tersaji di atas meja berasal dari bahan-bahan yang harus diolah terlebih dahulu. Pada saat bermain dengan temannya terjadi interaksi yang melatih keterampilan sosialisasi dan keterampilan lainnya.

Pada rentang usia tujuh hingga empat belas tahun, anak berusaha mengenal lingkungannya. Proses menangkap, membaca, mencerna, merasakan, dan mewujudkan terjadi melalui aktivitas belajar yang lebih terstruktur. Meskipun demikian, pada rentang usia ini, sangat penting bagi anak untuk mendapatkan gambaran keindahan akan lingkungan sekelilingnya sehingga pembelajaran dilakukan dengan cara yang menyenangkan dan imajinatif. Aspek seni dan imajinasi dalam bentuk cerita atau dongeng, gambar dan musik akan sangat membantu anak untuk menerima materi-materi pembelajaran.

Pada rentang usia empat belas hingga dua puluh satu tahun, anak berusaha memahami orang lain. Melewati usia empat belas tahun fungsi otak prefrontal cortex semakin berkembang. Bagian otak ini memiliki fungsi untuk mengatur fungsi eksekutif diantaranya yang berkaitan dengan pemahaman, logika, konsentrasi, perencanaan, menimbang konsekuensi, dan sikap kritis seseorang dalam menanggapi suatu hal.

Proses menangkap, membaca, mencerna, merasakan, dan mewujudkan terjadi melalui aktivitas belajar yang memberikan kesempatan kepada anak untuk mengolah sebuah gagasan. Metode pengajaran dengan cara menyimak harus dibarengi dengan kebebasan untuk memberikan tanggapan atau menyatakan gagasan.

Pemahaman yang mendalam mengenai tahapan perkembangan anak sesuai dengan usianya akan sangat membantu kita untuk menentukan nilai-nilai kebaikan dan cara menyampaikan nilai-nilai kebaikan tersebut kepada anak. Setelah itu barulah kita dapat menentukan sekolah mana yang selaras dengan pemahaman kita.

Kelompok bermain atau taman kanak-kanak mana yang memberikan banyak kesempatan kepada anak untuk bermain dan mengeksplorasi? Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah Pertama mana yang memberikan pelajaran bukan hanya melalui buku pelajaran? Apakah misalnya pelajaran sejarah diberikan melalui kisah, pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam diberikan dengan memelihara kebun sekolah, pelajaran bahasa disampaikan dengan menikmati keindahan puisi?

Sekolah Menengah Atas mana yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk banyak berdiskusi, tidak menyalahkan suatu pendapat, melihat dari berbagai sudut pandang, memaparkan atau mempresentasikan hasil pemikiran?

Faktor-faktor Pendukung dalam Memilih Sekolah

Bagaimana nilai-nilai kebaikan dapat disampaikan dalam proses pendidikan, membutuhkan faktor- faktor pendukung. Faktor-faktor inilah yang kemudian dapat menjadi bahan pertimbangan setelah

orang tua yakin bahwa nilai-nilai keluarga dapat berjalan selaras dengan filosofi, visi, dan misi sekolah serta pola asuh dan pola pendidikan di rumah dapat berjalan beriringan dengan metode pendidikan di sekolah. Faktor-faktor pendukung tersebut antara lain :
• Program kegiatan harian, bulanan, dan tahunan sekolah
• Kompetensi guru
• Media penyampaian pendidikan
• Sarana dan prasarana
• Komunikasi dan interaksi antara orang tua dengan guru atau pihak sekolah
• Lingkungan atau komunitas orang tua
Apakah dalam tataran pelaksanaan, semua faktor tersebut dijalankan sesuai dengan filosofi, visi, misi
dan metode pendidikan?

Faktor-faktor Kendala
Setiap orang tua memiliki kendala yang berbeda-beda. Kendala-kendala dapat menjadi penghambat tercapainya suatu idealisme. Bahkan tak sedikit pula yang menempatkan faktor kendala sebagai bahan pertimbangan nomor satu sebelum mempertimbangkan faktor utama dan faktor-faktor pendukung.

Walau bagaimanapun juga, mencari solusi untuk mengatasi kendala, layak untuk diusahakan.
Faktor-faktor yang dapat menjadi kendala antara lain :
• Biaya pendidikan
• Jarak dan waktu tempuh antara rumah dan sekolah
• Waktu kegiatan sekolah

Metode Pengambilan Keputusan
Cukup banyak metode pengambilan keputusan yang dapat membantu mengevaluasi alternatif sekolah yang kita pertimbangkan diantaranya adalah dengan membuat matriks pengambilan keputusan. Memberikan nilai dan bobot pada setiap kriteria yang dimiliki oleh setiap alternatif sekolah akan menghasilkan pilihan terbaik.

Pertimbangan yang rasional ataupun pertimbangan dengan perhitungan-perhitungan memang diperlukan. Di sisi yang lain, kita tak dapat mengesampingkan intuisi dan nurani sebagai bagian dari
perangkat pengambilan keputusan. Berkunjung ke sekolah-sekolah yang menjadi alternatif pilihan dan bertemu langsung dengan pihak sekolah, merupakan langkah yang penting dilakukan. Setelah
melakukan tinjauan dan berbicara dengan pihak sekolah untuk mendapatkan informasi yang lengkap, coba bayangkan anak kita berada di sekolah yang menjadi pilihan. Bayangkan ia berada di sana, bermain, belajar, berbicara dan berinteraksi dengan guru dan teman-temannya. Bayangkan kita sebagai orang tua mengantar dan menjemput anak kita, berbicara dengan gurunya dan mengobrol
dengan orang tua lainnya. Bayangkan dan coba rasakan.

Mengambil keputusan yang didasarkan pada pertimbangan yang matang, tentu akan memakan waktu, tenaga, dan biaya dibandingkan dengan jika kita hanya memilih sekolah berdasarkan brosur,
situs sekolah atau rekomendasi dari orang lain. Tetapi bukankah pendidikan yang diperoleh dari sekolah akan turut menentukan masa depan anak kita? Akan menentukan apa yang dapat ia lakukan kelak dan apa yang dapat ia berikan kepada dunia ini nantinya? Jika kita menyadari konsekuensi jangka panjang dari keputusan memilih sekolah, sudah sepantasnya memberi prioritas waktu, tenaga, dan biaya untuk mengambil keputusan yang tepat.(*)

Sumber:

Editor: Editor Mandala

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Exit mobile version