Oleh Ahmad Faizal Adha
Dosen Fakultas Hukum Unisba
Keluarga Presiden RI, Joko Widodo (Jokowi) saat ini dianggap publik sedang membangun dinasti politik baru di Indonesia.
Proyek pembangunan dinasti keluarga Widodo berbeda dengan partai-partai politik terkemuka lainnya di Indonesia, karena mereka belum memiliki kendaraan politik eksklusif dalam bentuk partai sendiri.
Sementara keluarga Jokowi sedang berada di atas gelombang momentum yang tak tertandingi. Popularitas Jokowi yang luar biasa dan, untuk saat ini setidaknya, dapat dukungan besar dari PDIP.
Namun, perjalanan dinasti Jokowi masih belum pasti, termasuk apakah dukungan PDIP akan bertahan setelah masa kepresidenan Jokowi, atau mendukung dua keluarga dinasti secara bersamaan?
Baca Juga: Anwar Usman Tak Hadiri RPH Karena Ketiduran, Arie Kriting: Paman Juga Manusia Biasa, Kenapa Disalahkan Terus?
Jokowi memperluas dinasti politiknya secara bertahap, dari anak ke anak, dan tidak disadari oleh kebanyakan orang.
Anak sulungnya, Gibran Rakabuming Raka telah dipilih sebagai Cawapres pendamping Prabowo Subianto dalam Pilpres 2024. Ini hanyalah langkah yang terbaru dari ragam manuver politik yang telah mengukuhkan citra Jokowi sebagai kingmaker Jawa.
Kaesang Pangarep, putra bungsu Jokowi, berencana untuk memulai karier politiknya, mengikuti jejak ayahnya, kakaknya Gibran Rakabuming Raka, dan iparnya Bobby Nasution. Kini, dia telah terpilih sebagai Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI).
Baca Juga: Baru Saja Diresmikan, Kolam Air Alun-alun Karawang Dipakai Nyebur Anak-Anak, Warganet: Udah Gak Aneh
Dengan terungkapnya ambisi politik Kaesang, tuduhan-tuduhan mengenai upaya Jokowi membangun sebuah dinasti politik kembali menjadi sorotan. Dia sebelumnya telah menepis tuduhan sedang membangun dinasti politik dalam sebuah wawancara eksklusif dengan BBC pada 2020.
Namun yang perlu menjadi kecemasan publik, adalah demokrasi Indonesia akan sangat menurun secara signifikan. Hal ini tentunya merupakan konsekuensi potensial dari adanya sebuah dinasti politik dalam pemerintahan. beberapa konsekuensi potensial lainnya ialah:
Pertama, dinasti politik cenderung memusatkan kekuasaan dan sumber daya di tangan beberapa keluarga, yang dapat menyebabkan kurangnya pengawasan dan keseimbangan terhadap kekuasaan pemerintah. Hal ini dapat merusak demokrasi di Indonesia.