KORANMANDALA.COM – Ada banyak macam senjata tradisional yang digunakan para pejuang melawan kolonial.
Pada perang Diponegoro atau juga disebut perang Jawa selain bambu runcing juga tombak, gada, keris, malahan juga ketapel. Ada lagi beberapa jenis senjata tradisional lain seperti rencong, belati, golok, panah, sumpit, badik dan lai-lain. Bambu runcing lebih dikenal dan banyak digunakan.
Dalam perang Surabaya (sekitar 2 bulan, Oktober/Nopember 1945) bambu runcing atau “curukan” digunakan secara besar besaran.
Setidaknya ada tiga nama yang piawai membuat dan memproduksi bambu runcing. Mereka adalah Kiyai Mansyur dari Desa Kalipucang Kecamatan Samansono Kabupaten Malang. Kiyai Subkhi di Parakan Temanggung Jawa Tengah dan kiyai Anwari Sirajd dari Muntilan Magelang.
Karena terasa sangat kurang senjata untuk digunakan para pejuang dalam melawan tentara sekutu AFNEI dan tentara Belanda NICA, KH Hasyim Asy’ari menugaskan kiyai Ridwan dan Kiyai Wahab menemui KH Subkie di Parakan Temanggung.
Baca juga: Presiden Jokowi Usai Hadiri KTT OKI di Riyadh Langsung ke Amerika Serikat, Ini Ternyata Agendanya
Kiyai Subkie yang dikenal memiliki karomah serta ilmu kanuragan itu menemukan sebuah alat dari bambu yang ujungnya diruncingkan. Alat ini kemudian diberi nama bambu runcing.
Kebetulan di belakang rumah kiyai banyak tumbuh bambu wulung yang memenuhi syarat untuk pembuatan bambu runcing.
Bambu itu setelah diruncingkan dibakar sampai hitam, kemudian diasmai (didoai) oleh kiyai Subkie dan diolesi air yang juga sudah diasmai.
Baca juga: Refleksi Perundingan Linggarjati, Secara De Fakto Belanda Mengakui NKRI
Setiap hari ratusan bambu runcing diproduksi dan diberikan kepada para pejuang (TKR, Hizbullah, Sabilillah dan laskar rakyat yang berdatangan).
Setelah mendapat senjata itu, mereka berangkat menuju Surabaya yang sedang terjadi konflik (perang) antara para pejuang melawan tentara sekutu diwakili Inggris dan tentara Belanda yang berniat menjajah kembali Indonesia.
Selain di Temanggung, akhli pembuatan bambu runcing itu ada juga di Malang yaitu KH Mansyur pemimpin pondok pesantren Al Fallah desa Kalipucang Kecamatan Samansono Kabupaten Malang.