Baca juga: Perang Dipenogoro Jebol 20 Juta Gulden, Tanam Paksa Bikin Rakyat Sengsara
Misalnya, Airlangga Hartarto yang menjabat menteri koordinator bidang perekonomian, kemudian Zulkifli Hasan selaku menteri perdagangan.
Kedua menteri ini masuk dalam dalam tim pemenangan Koalisi Indonesia Maju (KIM) yang mengusung Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming.
Lalu, Bahlil Lahadalia, yang menjabat sebagai Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal. Ia secara aktif terlibat dalam proses pencalonan meskipun tidak menjadi bagian dari tim kampanye nasional.
Bahlil bahkan memimpin deklarasi Relawan Pengusaha Muda Nasional (Repnas) yang memberikan dukungan kepada pasangan Prabowo-Gibran.
Meskipun saat ini tidak ada regulasi yang secara tegas melarang pejabat publik menjadi bagian dari tim sukses, mereka tetap memiliki tanggung jawab dan tugas yang berkaitan dengan pelayanan kepada masyarakat.
Sebagai pemegang jabatan publik, seharusnya mereka mempertimbangkan untuk mengundurkan diri agar dapat fokus pada upaya memenangkan calon yang mereka dukung, sehingga pelayanan publik tidak terabaikan.
Langkah ini juga penting guna mencegah penyalahgunaan kekuasaan atau penyalahgunaan fasilitas negara untuk kepentingan kampanye.
Dengan demikian, mengundurkan diri dapat menjadi tindakan etis untuk menghindari risiko penyalahgunaan wewenang dan menjaga integritas dalam menjalankan tugas sebagai pejabat publik.
Jika ingin terlibat dalam urusan pencalonan presiden dan wakil presiden, sebaiknya mengambil keputusan untuk mengundurkan diri dari jabatan sebagai pejabat negara.
Hal ini dianggap lebih adil dan etis, daripada terlibat dalam kepentingan sekelompok orang atau kelompok tertentu, sementara mengabaikan tanggung jawab terhadap urusan nasional yang lebih besar.
Tentunya semua berharap pemilu berlangsung secara demokratis, jujur, adil, langsung, umum, bebas dan rahasia.
Akankah harapan itu tercapai ? Semoga !