Sebagai catatan, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati telah memasukkan kebijakan redenominasi rupiah kedalam rencana strategis Kementerian Keuangan 2020-2024.
Pada peraturan itu, redenominasi rupiah dianggap memiliki urgensi sebagai berikut:
a. Menimbulkan efisiensi perekonomian berupa percepatan transaksi, berkurangnya risiko human error, dan efisiensi pencantuman harga barang/jasa karena sederhananya dalam jumlah digit Rupiah.
b. Menyederhanakan sistem transaksi, akuntansi dan pelaporan APBN karena tidak banyaknya jumlah digit Rupiah.
Dikutip dari berbagai sumber, redenominasi rupiah melibatkan beberapa tahapan yang terstruktur, setidaknya yaitu:
- Persiapan dan pengesahan Undang-Undang Redenominasi Rupiah
- Masa Transisi
- Penerapan Rupiah Baru
Tanggapan KOMINFO
Belakangan ini, kembali berkembang berita mengenai pemberlakuan Redenominasi Rupiah pada Juli 2023 melalui sebuah akun tiktok. Bagi sebagian netizen, hal ini menimbulkan reaksi yang sangat beragam.
Mereka yang pernah mengalamai sanering, bisa saja menganggap hal ini menjadi mimpi buruk. Namun bagi mereka yang cukup paham ekonomi moneter memandang kabar tersebut tanpa panik, karena kebijakan ini tidak bisa dilakukan secara mendadak.
Kementrian Komunikasi dan Informasi RI memberikan tanggapan mengenai berita ini, hasilnya dikategorikan DISINFORMASI. Dengan kata lain yaitu informasi yang juga tidak benar namun memang direkayasa (fabricated) sedemikian rupa oleh pihak-pihak yang berniat membohongi masyarakat, sengaja ingin mempengaruhi opini publik dan lantas mendapatkan keuntungan tertentu darinya.
Dengan melihat pemanfaatan platform media sosial untuk menyebarluaskan informasi yang salah mengenai redenominasi rupiah tersebut, penulis yakin bahwa tujuan utamanya adalah untuk mendapatkan viralitas. Semakin viral unggahan pada media sosial, semakin banyak keuntungan yang dapat diperoleh.
Ingat betul, sebuah kejadian saat seorang content creator meminta ibunya mandi lumpur 24 jam lalu memamerkan penghasilan dari viralitas video tersebut. Sebagian orang seolah bersedia meninggalkan etika dan akal sehat untuk memenuhi hasrat hedonis.
Berseliwerannya ragam informasi adalah keniscayaan, namun akal sehat dan nurani seyogyanya menjadi penyaring pertama untuk menilai keabsahannya. Pun saat kita bimbang, Kementrian KOMINFO berupaya memberikan hasil pemeriksaan mengenai informasi yang sangat viral. (IWK)