KORANMANDALA.COM Beberapa tahun terakhir saya suka sekali menggunakan kata Nusantara sebagai pengganti nama Indonesia.
Ada perasaan lebih mentereng gitu.
Tapi rupanya tak hanya saya. Banyak orang ternyata. Salah satunya Presiden Jokowi. Dia jadikan Nusantara sebagai nama ibu kota negara yang baru di Kalimantan Timur.
Tak usah dibahas soal pro kontra boyongan ibu kota itu mah. Nanti malah menambah panas suhu politik yang hampir “saheng” sekarang ini.
Yang pertama menggunakan kata Nusantara itu adalah Gajah Mada. Usai dilantik ratu Sri Tunggadewi sebagai Mahapatih Kerajaan Majapahit (1336), dia (GM) langsung mengucapkan sumpah palapa. Sumpah yang kesohor, salah satunya digunakan nama satelit pertama milik Indonesia .
Inti sumpah palapa itu, GM akan terus puasa makan buah palapa (semacam rempah rempah) sebelum menguasai seluruh Nusantara.
Pengertian Nusantara yang dimaksud GM selain tanah Jawa juga wilayah seberang, Selat Malaka, Brunei, Tumasek (Singapura) dan Philipina.
Wacana atau kata Nusantara itu seolah lenyap pasca hancurnya kerajaan Majapahit pada tahun 1428.
Dan baru diungkap lagi 6 abad kemudian oleh Ki Hadjar Dewantara (nama lahir Suwardi Suryaningrat).
Pertama kali dia menggunakan kata itu dalam sebuah surat kepada temannya Ny. Suhartinah. Kala itu, dia bersama teman Douwes Dekker dan Cipto Mangunkusumo sedang menjalani pengasingan di negeri Belanda.
Tuan mancung marah gara-gara tulisan KHD dalam surat kabar Express yang dipimpin Douwes Dekker, berjudul “Als ik een Nederlander was” (Seandainya aku orang Belanda).
Sudharmanto dalam bukunya “Politik bermartabat” menyebut KHD selalu menggunakan kata Nusantara sebagai sinonim nama Indonesia dalam setiap kesempatan.