Mereka, (bangsawan keraton dan pedagang China) rutin mengadakan kegiatan main dan adu Jangkrik setiap Selasa dan Jumat di Kotagede.
Di beberapa tempat seperti Solo, Magelang dan Semarang juga marak penggemar dan penjudi. Di Bali dikenal namanya “maluan”. Sebelum dibawa ke arena, jangkrik jangkrik itu diberi mantera supaya perkasa di medan laga.
“Di Aceh namanya “daruet kreng”. Ada seorang calon Sultan yang tergila gila permainan itu sehingga mendapatkan banyak protes. Kejadian itu terdapat dalam buku Cristian Snouck Horgronje; “Aceh, rakyat dan adat istiadat”.
Buku disiapkan sebagai laporan Snouck yang sempat bertugas di Aceh, (1886) sebagai penasihat masalah Islam raja Belanda Willem III.
Sekarang di bumi Indonesia meski sudah mengecil, permainan itu masih ada.
Belum lama ini polsek Jegawa Kabupaten Jember menggeruduk dan menangkap sejumlah penjudi jangkrik dengan omset puluhan juta sehari.
Namanya kesenangan lama lama bisa jadi budaya yang mengakar dan susah dihindar.- ***