Oleh : Dedi Asikin
KORANMANDALA.COM – Frasa itu (hoax atau hoaks) muncul nyaris bersamaan dengan lahirnya teknologi digital. Lalu menjadi frasa para pengabdi media sosial.
Menurut survei Mastel yang dilakukan Menkominfo tahun 2017, hoax atau hoaks itu paling banyak muncul di medsos.
Hoax atau hoaks berasal dari bahasa latin “hoc cost Corpus” yang arti persisnya,ini adalah tubuh. Dulunya kata itu sering digunakan para dukun/penyihir, untuk mengklaim sesuatu yang diucapkan adalah benar, padahal dusta.
Secara bahasa, hoax berarti, informasi yang tidak benar, tidak sesuai dengan kenyataan sebenarnya. Bisa juga disebut kabar bohong alias kibul.
Baca juga: Reshuffle, Hoax !
Karena digunakan dalam jaringan digital, maka hukum yang sering digunakan adalah UU ITE (Informasi dan Transaksi Elektronik), No.11 tahun 2008.
Dengan UU yang Lex spesialis itu, ancaman hukumannya tinggi, yaitu maximal penjara 6 tahun atau denda paling banyak Rp. 1 Milyar (pasal 45A ayat 1 ).
Tapi hoax itu terus menerus terjadi. Ribuan bahkan jutaan informasi yang berpotensi “kibul” itu berseliweran di muka bumi ini setiap hari. Termasuk di negeri ini.
Informasi tentang reshuffle kabinet kemarin misalnya, merupakan salah satunya. Selain informasinya bohong (hoaks), juga terjadi kejahatan penyertanya yaitu pemalsuan dokumen dan tanda tangan pejabat negara.
Seolah-olah perduli amat dengan ancaman itu, tak banyak orang ngeri dibuatnya. Yang penting puas, biar saja negara dan bangsa terpecah belah. Biarkan persatuan dan kesatuan terancam punah.
Dalam sudut pandang Islam informasi hoax itu terancam neraka jahanam. Jenis murka Allah yang setara dosa besar sekelas fitnah, lebih besar dari pembunuhan.
Perbuatan itu dapat menimbulkan kerusakan pada diri sendiri, orang lain dan seluruh bangsa. Allah telah beberapa kali mengingatkan ummatnya supaya menjauh perbuatan itu.