Oleh : Widi Garibaldi
Mereka tampil di layar kaca dengan percaya diri, kendati topik pembicaraan mengenai pemberantasan korupsi. Tak ada kesan bahwa mereka sebenarnya adalah mantan narapidana koruptor. Padahal mereka beberapa tahun pernah menjadi penghuni hotel prodeo Lapas Sukamiskin. Kini mereka menyatakan diri siap untuk dipilih menjadi Wakil Rakyat di lembaga Legislatif. Karpet merah, entah bagaimana caranya telah dibentangkan oleh partai-partai politik. Memperoleh key position, nomor urut 1 atau 2, mereka dipastikan dapat melenggang mewakili rakyat ke Senayan yang dilengkapi berbagai macam fasilitas itu.
Susno Duadji, seorang mantan Petinggi Polri berbintang 3 sering menggunakan kesempatan tampil di layar kaca untuk menyatakan bahwa vonnis Mahkamah Agung yang menjatuhkan hukuman 3,5 tahun kepadanya adalah salah. Dia hendak menyatakan bahwa tuduhan telah mengkorup dana pengamanan Pemilu 2009 di Jabar sesungguhnya mengada-ada. Mengantongi nomor urut 2 untuk Dapil 2 Sumsel,dari PKB, ia optimis memenangi pemilihan.
Lain lagi dengan Nurdin Halid yang pernah dipidana dalam kasus korupsi distribusi minyak goreng BULOG senilai lebih dari Rp169 miliar. Karena itu ia dihukum 2 tahun penjara. Sekarang, Wakil Ketua DPP Golkar itu berusaha merebut kursi DPR mewakili Dapil Sulsel II. Karena mengantongi nomor urut 1, ia merasa perjuangannya akan berhasil.
Lain pula cerita Abdullah Puteh. Ia adalah Terdakwa pertama yang diadili oleh Pengadilan Tipikor sejak UU Pemberantas Korupsi dibentuk. Ia dipersalahkan melakukan korupsi ketika membeli 2 pesawat Helikopter MI-2 buatan Rusia. Sebagai Gubernur Aceh, ia merasa perlu dilengkapi dengan Helikopter agar mudah dan aman bepergian ke pelosok-pelosok Aceh yang sedang rawan akibat pemberontakan. Celakanya, salah satu dari mesin Hely yang bermesin ganda itu adalah bekas bukan baru. Sedang dana untuk membelinya digunakan dana pendidikan, dipungut dari tiap daerah kabupaten. Akibatnya, ia dijatuhi hukuman 10 tahun yang dijalaninya hanya 5 tahun. Sungguh menarik, dengan alasan “korupsi merajalela di mana-mana” ia merasa perlu mengikuti Pemilu yang akan datang. Berbekal nomor urut 1 partai Nasdem untuk Dapil Aceh II, diperkirakan kepercayaan Surya Paloh itu akan memenangi pemilihan. Apakah ia benar-benar akan melakukan “perubahan” sebagaimana tagline partai Nasdem yang membuatnya tertarik, waktu jualah nanti yang akan membuktikan.
Daerah Pemilihan Jawa Barat
Daerah Pemilihan Jawa Barat ternyata juga bakal diramaikan oleh beberapa orang yang dikenal sebagai mantan Napi Koruptor. Sebut saja Eep Hidayat. Ia mantan Bupati Kabupaten Subang. Ia harus mempertanggungjawabkan perbuatannya selama 5 tahun di Sukamiskin karena MA berpendapat bahwa ia telah melakukan korupsi biaya pemungutan PBB Kabupaten Subang tahun 2005-2008 senilai Rp2,5 miliar. Kini ia siap-siap untuk menduduki kursi empuk di Senayan, mewakili partai Nasdem untuk daerah pemilihan Jabar IX.
Jangan dilupakan, tokoh yang bernama Mochtar Mohamad, mantan Walikota Bekasi. Ia terjerat perkara korupsi dan divonis selama 6 tahun penjara karena terbukti melakukan beberapa perbuatan yang merugikan rakyat. Misalnya menyalahgunakan anggaran makan minum sebesar Rp Rp639 juta, terlibat perkara suap anggota DPRD Bekasi Rp1,6 miliar dan memuluskan pengesahan APBD Bekasi 2010. Bukan itu saja. Ternyata Mochtar Mohamad sangat “kreatif”. Ia menyuap pegawai BPK sebesar Rp400 juta untuk memperoleh opini WTP bagi daerahnya. Sedangan untuk memperoleh Piagam Adipura 2010, ia tak ragu menyuap Rp500 juta. Kini ia siap-siap untuk menjadi anggota badan Legislatif dari partai PDIP mewakili Dapil Jabar VI.
Walau memiliki lembaran hitam, masih ada lagi mantan Napi Korupsi di Dapil Jabar yang ingin mengetuk hati para Pemilih. Sebut saja mantan Menteri, Rokhmin Dahuri yang harus menjalani hukuman 4,5 tahun. Dikdik Darmika yang dituduh melakukan korupsi dana bantuan sosial Kabupaten Garut 2007 sehingga harus meringkuk menjalani hukuman 3 tahun. Juga, Evy Susanti dari partai Demokrat untuk Dapil Jabar III. Ia dipersalahkan telah menyuap Hakim PTUN Medan sehingga harus menjalani hukuman 2,5 tahun penjara.
Menurut catatan, tak kurang dari 49 orang mantan narapidana korupsi ternyata sudah terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap untuk Pemilu 2024. 22 orang di antara mereka berusaha untuk merebut hati pemilih untuk menjadi anggota DPRD tingkat Provinsi,Kabupaten dan Kota sedang 27 orang lagi untuk menjadi anggota Legislatif tingkat Pusat yakni DPR RI.
Nah,sekarang tergantung kita. Akankah memilih mereka untuk menjadi wakil kita di lembaga pemegang kekuasaan Legislatif,lembaga pembentuk undang-undang dan pengawas pemerintah yang amat penting itu ?
Atau barangkali Anda justru berketetapan hati akan memilih mereka yang memiliki rekam jejak jelas, berintegritas ? **