Oleh : Dedi Asikin
KORANMANDALA.COM – Agak sulit membedakan semangat dengan nepsong alias emosi. Itu kesan teman-teman saya di grup diskusi Ngadu Bako.
Kemarin pasca debat perdana tiga Capres (12 Desember 23), kami biasa kumpul-kumpul di warung kopi, ngopay dan ngudud. Salah satu hal yang diadurenyomkan ya soal debat tiga calon pemimpin negeri itu.
Sulit menepis anggapan bahwa darah Capres nomor urut dua tidak sedang naik ke otak. Ucapannya, terutama kepada Capres Anies Baswedan sangat tak layak keluar dari seorang calon negarawan. Orang yang sedang mencari mandat untuk berkuasa.
Dia (PS) juga terkesan tidak konsisten. Ucapan yang lalu, tiba-tiba dianulir. Bagai peribahasa Jawa “pagi dele sore tempe”.
BACA JUGA: Debat Cawapres, Anies Baswedan: Cak Imin Mumpuni dan Berpengalaman
BACA JUGA: Gibran Ngompori Pendukung Saat Debat Capres
Sebelumnya di depan Nazwa Shihab, dia bilang perusahaannya mandeg karena tak dapat kredit, gara-gara tidak punya kekuasaan.
Ada narasi yang tidak atau belum terungkap luas. Katanya, PS sebenarnya sedang menanggung utang yang nominalnya bikin orang melongo. Apalagi kalau yang dengar orang-orang miskin seperti kita, bisa mati seketika tuh.
Ceritanya PS tahun 2011, membeli perusahaan kertas (PT Kiani Kertas). Untuk membayarnya PS yang kemudian mengganti nama PT itu menjadi PT Kertas Nusantara, mendapat pinjaman dari Allied Ever Investment Limited. Tapi pinjaman itu tidak dapat dikembalikan sampai menjadi perkara di PN Jakarta Pusat.
PN Jakpus memutus PS harus membayar dalam tempo 20 tahun dengan nilai utang $.40 juta. Waduh !
Kemarin menjawab kritik Anies, PS bilang, tidak masalah walau tidak punya jabatan. Kontroversinya lagi kalau tak kejar kekuasaan, buat apa dia nyalon terus setelah tiga kali keok ?
Simak pula ucapan dia ketika ditanya perasaan tentang pencalonan Gibran yang melanggar etika.