Oleh : Dedi Asikin
KORANMANDALA.COM – Ini kisah serpihan dari operasi Trikora. Operasi mengambil Irian Barat secara de fakto dari tangan kolonial Belanda.
Terceritakan sejak tanggal 9 Januari 1962, armada laut dikirim menuju arah timur. Tujuannya agar bisa mendarat di pantai Papua melengkapi pasukan yang sudah diterjunkan di belantara dan melakukan infiltrasi ke pedalaman.
Iring-iringan armada laut terdiri dari 3 kapal torpedo jenis Yaguar.
Lebih dulu KRI Macan Kumbang.
Di sana ikut serta Kolonel Sudomo dan Kolonel Mursyid. Lalu di belakang ada Macan Tutul.
BACA JUGA: Operasi Trikora, Diplomat dan Senjata Bicara
Di KRI Macan Tutul yang baru dibeli dari Jerman Barat itu ada Komodor Yosafhat Sudarso atau lebih dikenal dengan nama Yos Sudarso.
Dia itu jabatannya wakil Kepala Staf Angkatan Laut. Jadi sebenarnya menurut herarkhis tidak perlu juga harus turun bersama pasukan tempur. Semata karena semangat juang yang bersangkutan. Apalagi operasi ini perintah langsung dari Presiden (Soekarno).
Tanggal 15 Januari mereka sampai di perairan laut Arafuru. Ada sebuah titik di pulau Aru yang menjadi tempat dimana sejumlah pasukan yang sehari sebelumnya sudah diterjunkan di Leptua.
Pasukan itu sudah diangkut dengan kapal lain menuju titik itu dan akan naik ketika KRI menuju daratan Irian Barat.
Tapi rupanya misi rahasia itu tercium musuh. Sekitar jam 21.00 dua pesawat Belanda Nevtune dan Firefly, tiba-tiba menerjunkan blips yang membuat lokasi terang benderang. Ternyata di depan sudah menunggu tiga kapal perang Belanda (Eversten, Kartenaer dan Utrecht ) siap meluncurkan tembakan.
Dan itulah yang serta merta terjadi. Pertama sebuah meriam jatuh persis di pinggir Macan Kumbang. Lalu Kolonel Sudomo memerintahkan membalas tembakan.