OLEH: WIDI GARIBALDI
Adalah Andi Arif, itu Ketua Badan Pemenangan Pemilu DPP Partai Demokrat yang mengibaratkan posisi Wakil Presiden sebagai ban serap. Apa yang dikatakannya itu bukanlah hal baru. Banyak tokoh, sebelumnya telah mengamininya. Kendati demikian, posisi Wapres tetap saja menjadi idaman dan rebutan.
AHY yang ketua Partai Demokrat,misalnya, penuh harap dan berjuang keras untuk menduduki kursi empuk itu. Ternyata ia, dicueki oleh Capres Anis Baswedan. Memang, walau sebagai ban serap, jabatan Wapres sungguh amat menggiurkan. Bayangkan, menjadi orang nomor 2 di negara yang berpenduduk 287 juta jiwa. Karena itu, jangan heran kalau Mahkamah Konstitusi sebagai Lembaga Tinggi Negara pernah diperalat orang untuk dapat menduduki jabatan yang amat prestisius itu.
Ban serap, biasanya baru akan dimanfaatkan manakala ban yang sedang digunakan pecah karena tertusuk paku atau sudah aus karena bertahun tahun dipakai. Selama hal itu tak terjadi, ban serap tak pernah diturunkan untuk mengganti.
Apa kata Konstitusi ?
Menurut Konstitusi kita, UUD NRI Tahun 1945, Wapres itu hanyalah sekedar Pembantu Presiden belaka (Pasal 4 ayat (2). Walaupun kedudukannya lebih tinggi dari para Menteri, tetapi tak punya fungsi dan tugas yang jelas. Walaupun Presiden menurut Pasal 10 ditetapkan sebagai pemegang kekuasaan yang tertinggi atas Angkatan Darat, Angkatan Laut dan Angkatan Udara, tidak dengan sendirinya Wapres dapat dianggap sebagai Wakil Panglima Tetinggi TNI, karena jabatan itu tidak pernah dikenal dalam struktur militer kita. Begitu pula dengan kewenangan yang dilimpahkan kepada Presiden oleh Konstitusi dalam hal memberi grasi dan rehabilitasi (Pasal 14 ayat (1) tidak berarti Wakil Presiden dapat mewakili Presiden, seandainya punya kesibukan lain.
Wakil Presiden baru akan berfungsi manakala Presiden berhalangan tetap, tidak dapat melakukan kewajiban dalam masa jabatannya. Misalnya, kalau Presiden meninggal dunia, berhenti atau diberhentikan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat. Pasal 8 ayat (1) Konstitusi kita mengatur hal tersebut sbb: “ jika Presiden mangkat,berhenti,diberhentikan atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya, ia digantikan oleh Wakil Presiden sampai habis masa jabatannya”.
Mengingat sistem pemerintahan negara kita yang quasi presidensiel, maka fungsi, tugas dan kedudukan Wakil Presiden itu seyogianya diatur dalam undang-undang. Paling tidak dalam Keputusan Presiden (Keppres). Dalam hal ini, seorang Presiden harus memanfaatkan kemampuan Wakilnya. Kalau,misalnya, sang wakil dianggap sebagai figur pemberantas korupsi yang handal maka untuk dan atas nama pemerintah, ia harus diberi kesempatan menunjukkan kemampuannya itu kepada rakyat. Pokoknya jangan sampai “one man show” walaupun tidak ada undang-undang yang mencegahnya.
Celakanya, kalau jabatan Wakil Presiden itu dipegang oleh seseorang, hasil karbitan. Kalau Presiden berhalangan tetap seperti diatur dalam Pasal 8 ayat (1) UUD NRI Tahun 1945, maka sang Wapres karbitan itu otomatis akan memimpin 287 juta manusia yang terpecah pecah dalam 1340 suku bangsa, 1001 bahasa dan mendiami suatu negara yang luasnya tak kurang dari 1.905 juta km2.
Nah, persoalan ban serap ini serius. Bukan main-main. Karena itu jangan dipermainkan ! ***