Kami juga, lanjut GRR, akan mengembangkan ratio pajak atau tax ratio. Pengusaha di bawah aset Rp.500 juta tidak dikenakan pajak. Selain itu juga akan meneruskan program hilirisasi industri melanjutkan program Jokowi.
Ada program pengenaan pajak tinggi untuk kendaraan syarat emisi karbon. Akan dikembangkan mobil listrik dengan pemberian subsidi pemilikan kendaraan listrik.
Satu hal lagi yang dia sebut yaitu hilirisasi digital. Ada banyak komentar dan tanggapan atas paparan GRR itu. Banyak juga yang nyinyir. Bambang BK mencatat komentar Ekonom Center of Reform on Economic (CORE) Ahmad Susanto yang menyebut pemberian makan siang itu bukan infra struktur sosial. Infrastruktur itu sesuatu yang bisa dihitung benefitnya, meski dikemudian hari.
Sebut saja jalan tol, atau kereta api cepat dan lain-lain. Bisa juga masuk infrastruktur sosial itu, pembangunan sekolah atau sarana kesehatan.
Pemberian makan siang atau lainnya itu mah termasuk jaring sosial, seperti bansos atau BLT.
Itu kan anggaran cuma sekali pakai, habis.
“Paling paling cuma jadi “barang kali” atau “tokai”, kata Boys Iskandar.
Ha-ha-ha dan ketawa kami meledak.
Ahmad Susanto juga tak habis pikir dengan ucapan GRR tentang hilirisasi digital. Apa itu hilirisasi digital ? Gak ada itu. Masa iya, pembangunan industri hand phone atau pabrik laptop ? Bukanlah.
Ahmad Susanto menilai 70 persen dari paparan GRR tidak sesuai kenyataan.
Dalam bicara dia memang lancar dan baik. Tapi itu bisa bermakna menipu publik.
Peneliti ekonomi Institute for Development of Economic and Finance (INDEF) Nailul Huda sependapat dengan Ahmad Susanto.