Ali Murtopo yang merupakan think tanknya Suharto melancarkan operasi khusus (opsus) Pemilu tahun itu ditandai dengan gerakan Organisasi Keamanan Desa yang menggiring pemilih untuk mencoblos pohon beringin.
Pemilu pemilu berikutnya hampir sama dan sebangun. Hiruk pikuk dan hingar bingar.
Tahun 2019 Bambang Widjojanto yang menjadi penasihat hukum pasangan Prabowo-Sandi menyebut Pemilu tahun itu (2019) adalah pemilu yang paling buruk. Itu dikatakan Bambang ketika akan mengajukan gugatan (sengketa pemilu) ke Mahkamah Konstitusi. Menurut Bambang, ada 51 bukti pelanggaran yang dilakukan pasangan capres 01 (Joko Widodo-Ma’ruf Amin).
Tapi ternyata MK menolak seluruh materi gugatan dalam sidang putusan tanggal 26 Juli 2019.
Yang terjadi kemudian, malahan Prabowo masuk ke dalam kabinet Jokowi sebagai menteri Pertahanan. Belakangan juga Sandiaga Uno menjadi Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif.
Dibalik itu banyak pihak memprediksi Pilpres 2024 akan menjadi paling buruk, hingar bingar dan hiruk-pikuk.
Mungkin benar dan sejak awal indikasinya sudah tampak dan terdengar. Ada pelanggaran etika dengan putusan MK yang kontroversial. Ada kader yang pergi tanpa permisi. Dan dilepas dengan ucapan nesu partai asal, “jorbay”. Ada Presiden yang terang terangan cawe cawe.
Pendek kata, demokrasi di negeri ini tak bisa lepas dari suasana hiruk pikuk dan hingar bingar. Malu memang, karena di era teknologi informasi yang modern ini segala sepak terjang akan terdengar se isi jagat.
Mungkin juga, banyak yang belum “ngeh” bahwa resiko terberat dari hingar bingar dan pelanggaran itu, bisa menyebabkan hasil pemilu dibatalkan.
Setidak tidaknya legitimasi pemerintahan menjadi rendah. Hag siah.- ***