OLEH: WIDI GARIBALDI
Mungkin Anda berpendapat bahwa judul artikel ini terlalu tendensius. Bagaimana tidak, karena menurut kamus besar bahasa Indonesia (KBBI) padanan kata hipokrit itu adalah munafik, suka berpura pura.
Adalah Mochtar Lubis yang pertama kali melontarkan tuduhan tak sedap itu dalam pidato kebudayaan yang disampaikannya di Taman Ismail Marzuki (TIM) pada tanggal 6 April 1977. Mantan Pemimpin Redaksi harian Indonesia Raya itu mengungkapkan bahwa ciri-ciri manusia Indonesia itu selain munafik juga enggan bertanggung jawab, berjiwa feodal, percaya takhayul, artistik tetapi berwatak lemah.
Sifat-sifat orang Indonesia yang dilontarkan oleh mantan President Press Foundation of Asia dan Penulis novel “Jalan Tak Ada Ujung” itu, tentu akan membuat dahi kita berkerut. Selain berciri artistik, semua sifat manusia Indonesia yang dilontarkan oleh Mochtar Lubis itu, bernilai negatif.
Yang mengamini pendapat Mochtar Lubis itu, akan menoleh ke belakang mengingatkan fakta mengapa bangsa Indonesia sampai 350 tahun dapat dijajah oleh bangsa lain, bangsa kecil yang datang dari dunia barat sana. Sedangkan yang kontra, tentu akan menuduh mantan Penghuni hotel prodeo di masa Orla itu, hanya mengada-ada, menggeneralisasi tanpa penelitian yang akurat.
Jelang 14 Februari.
Benar tidaknya tuduhan Mochtar Lubis itu tentu terpulang kepada pendapat kita masing-masing. Yang pro, silakan.Yang kontra, ngga ada yang larang. Tetapi proses menuju 14 Februari 2024, Pemilu Presiden & Wakil Presiden, merupakan pembuktian sejauh mana kebenaran issue yang pernah dilontarkan oleh wartawan 3 zaman itu.
Dalam debat Calon Presiden tahun 2019, Prabowo yang pada waktu itu didampingi oleh Sandiaga Uno,berusaha meyakinkan Jokowi betapa sikap “asal bapak senang” (ABS) itu hidup subur dalam masyarakat. Ia tentu hendak meyakinkan pemirsa layar kaca bahwa seperti yang dikatakan Mochtar Lubis orang Indonesia itu memang munafik, suka berpura-pura. Dalam proses pemilihan Presiden 2024, tanpa disadarinya, para pendukungnya, khususnya tim pemenang,tanpa rasa bersalah,memasang topeng di wajah. Kalau dulu apapun yang dilakukan pemerintahan Jakowi dianggap salah maka sekarang semua dianggap benar. Tidak terkecuali persoalan mengutak atik Konstitusi.
Upaya pemberantasan korupsi yang nampaknya tak berujung, merupakan cerminan jelas betapa sifat hipokrit itu memang milik manusia Indonesia. “ Dia ikut maki-maki korupsi tetapi ia sendiri seorang koruptor” kata Mochtar Lubis, suatu ketika. Apa yang diaktakan oleh Mochtar Lubis itu tidak salah. Belasan Menteri dan Gubernur Kepala Daerah meringkuk di penjara karena korupsi. Belum lagi kalau dihitung para Bupati dan Walikota.Padahal rata-rata mereka adalah penanda tangan pakta integritas di KPK, mengharamkan korupsi.
Nah, sekarang bagaimana dengan janji-janji kampanye menjelang 14 Februari ? Apakah kita yakini kebenarannya ? Artinya, manakala terpilih, si pemberi janji pasti akan memenuhi janji-janjinya ? Atau barangkali kita mengamini saja apa yang dikatakan Mochtar Lubis ?
Namanya juga, janji kampanye !**