Tetapi jika dalam 3 bulan tidak juga mengundurkan diri dari parpol itu, maka ia diberhentikan tidak dengan hormat sebagai PNS.
Berikutnya ada UU No. 43 tahun 1999 tentang pokok pokok Kepegawaian. Di dalam pasal 3 ayat 3 disebutkan, untuk menjaga netralitas, PNS dilarang menjadi anggota dan atau pengurus partai politik.
Peraturan dengan ancaman yang lebih tegas untuk para PNS yang tidak netral, ada di dalam PP 12 tahun 1999 yang merupakan perubahan dari PP No 5 tahun 1999.
Mau aturan yang lebih tegas dan keras lagi ? Simaklah PP 37 tahun 2004. PP itu merupakan perubahan dari PP 12 tahun 1999.
Pasal 2 ayat 1 PP itu menyebut PNS dilarang menjadi anggota dan atau pengurus partai politik. Ayat 2 pasal 2 berbunyi; “PNS yang menjadi anggota parpol, diberhentikan sebagai PNS”. Pasal 9 ayat 1 PP yang sama, lebih galak lagi. Ayat itu berbunyi “PNS yang menjadi anggota parpol dan tidak mengundurkan diri, diberhentikan tidak dengan hormat sebagai PNS”.
Terahir aturan itu diunggah kembali dalam pasal 255 PP 11 tahun 2017 yang merupakan penjabaran dari UU No. 5 tahun 2014 dan kemudian UU dirubah lagi dengan UU 2O tahun 2023 tentang ASN.
Jadi peraturannya jelas dan berjenjang, mulai dari masa orde lama sampai orde reformasi.
Persoalan yang terjadi adalah netralitas itu menjadi bias, manakala pemimpin tertinggi negeri ini tidak tegas, “telunjuk lurus kelingking berkait”. Pagi dele sore tempe, plus rame rame, cawe cawe. Weleh weleh.- ***