Oleh : Dedi Asikin
KORANMANDALA.COM – Sesungguhnya seloyongan atau blusukan itu kebiasaan Jokowi sejak lama. Sejak jadi walikota Solo sampai jadi penghuni istana.
Dari meresmikan proyek raksasa sampai “lempar lempar kantong sembako sendiri. Itu biasa, kaya gak ada capeknya tu orang. Dia cuek saja diselorohi bahwa bagi-bagi sembako mah bukan tugas Presiden. Itu mah tugas pak RT/RW, bapak!
Dan jangan lupa, itu merupakan modal Politik dia. Tapi kurusukan dia kali ini, membagikan langsung bansos, mendapat banyak sindir dan nyinyir.
Ada tuduhan itu bagian dari upaya memenangkan putra mahkota Gibran Rakabuming, menjadi Wakil Presiden.
Ada yang minta pembagian itu tidak dilakukan saat menjelang kampanye pilpres (2024) tidak didengar, apalagi masyarakat yang miskin di bawah sana sangat membutuhkan.
Sangat mungkin kebijakan populis itu, yang membuat tingkat kepuasan publik kepada Jokowi tetap tinggi.
Setidaknya ada tiga lembaga survei yang baru baru ini merilis hasil survei terakhir (Nopember dan Desember 23) Indikator Politik Indonesia, LSI dan Litbang Kompas.
IPI dan LSI merilis angka 76 persen. Sementara Litbang Kompas merilis angka 72,6 %. Angka itu turun dari Juli-Agustus yang masih 81%.
Menurut peneliti utama IPI, Burhanuddin Muhtadi tingkat kepuasan kepada Jokowi itu meliputi aspek, karena pembagian bansos 33,6%, pembangunan infrastruktur 25,1% dan sikap yang merakyat 8,9%.
Ada pendapat bahwa rakyat di akar rumput mengira bahwa yang dibagikan itu duit Jokowi. Tidak ngeh (sadar) mereka , bahwa itu uang rakyat yang dihimpun dalam APBN yang sebagian besar dari pajak yang dibayar rakyat. Atau mungkin dari pinjaman, yang nanti harus dibayar rakyat sendiri.
Dalam tahun 2023 anggaran bansos berupa BLT, BLT non Tunai, PKH, BLT el Nino, beras dan lain-lain mencapai Rp.476 triliun. Tahun 2024 program itu masih diteruskan bahkan ditingkatkan dengan anggaran Rp.546,9 T.