Ketua Bawaslu Ahmad Bagja menyebut, jika cukup bukti bahwa pembagian bansos itu bermuatan politik, disertai kerling mata apalagi ada bukti nyata ada pesan untuk memilih atau tidak memilih salah satu pasangan calon, itu melanggar pasal 547 UU No. 7 tahun 2017 (tentang Pemilu). Ada ancaman pidananya. Bahkan bisa saja mengeliminasi sang calon.
Bawaslu, kata Bagja, hanya bisa menghimbau agar semua pihak menghindari hal hal itu.
Sesungguhnya dalam kampanye capres 201 , Jokowi mencela BLT yang sudah dilaksanakan oleh presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Katanya, BLT itu tidak mendidik dan membodohkan rakyat. Tapi tahun 2015, Jokowi juga ikut ikutan melaksanakan BLT itu. Anggaranya Rp.119,1 trilyun, lebih kecil dari Anggara Presiden SBY yang (tahun 2014) mencapai Rp.341,8 triliun.
Selain BLT untuk rakyat banyak, Jokowi juga ditengarai berusaha mempengaruhi sikap PNS dan pensiunan, dengan cara menaikan gaji mereka, PNS 8% dan pensiunan 12%.
Jangan lupa keluarga PNS itu bisa mencapai lebih dari 10 juta, belum termasuk keluarga TNI dan Polri. Itu merupakan lumbung suara yang cukup signifikan bagi kemenangan pasangan Pragib (Prabowo-Gibran).
Dan orang melihat kini Jokowi harus dan telah jorjoran untuk memenangkan sang putra GRR. Kalau kalah, itu aib bagi Jokowi dan keluarga.
Selain itu bisa saja berpengaruh kepada kepentingan politik bahkan hukum. Kepentingan politik, salah satunya keberlanjutan pindah IKN.
Kalau pilpres dimenangkan Amin 99,9% IKN akan Gatot, gagal total. Soal kepentingan perlindungan hukum, mungkin saja akan terjadi tuntutan hukum atas berbagai pelanggaran konstitusi yang dilakukan selama 10 tahun berkuasa.
Itu semua bukan mustahil terjadi. Ingat meski kepuasan masyarakat masih tinggi tetapi suara ketidak puasan juga sudah kencang terdengar.
Ada petisi 100, ada KAMI, bahkan sejumlah BEM sudah mulai berpanas panasan, demo di ruas ruas jalan dengan adagium pemakzulan.