-Diserang dan dihancurkan tentara Nebukad Nezar dari Babilonia. Kuil kuil dihancurkan dan mereka terusir dan terdampar ke berbagai negara di dunia.
Peristiwa peristiwa pahit itulah yang menyadarkan sebagian dari Bani Israel, khususnya sebagian kaum Yahudi.
Mereka masih menggalang komunikasi satu sama lain (yang berada di Palestina dan yang
diperantauan). Lalu dalam kelompok itu lahir semangat dan pola pikir (mindset) baru. Mereka harus keluar dari kebodohan dan kemiskinan.
Untuk itu harus konsern kepada pendidikan. Karena itu anak anak mereka harus belajar. Caranya selain menekankan kewajiban anak anak untuk giat belajar, sumber daya manusia itu juga harus mulai dibentuk sejak mereka berada dalam perut ibunya.
Para ibu setiap malam membisiki janin-janinnya dengan bisikan halus. Kadang dengan nyanyian yang mendayu dan syahdu, yang berisi prasa tentang betapa pentingnya kepintaran dan kecerdasan. Ibu ibu hamil juga harus mendapat masukan vitamin dan nutrisi yang baik.
Setelah anak lahir, orang tuanya menitik beratkan kepada anak-anaknya kewajiban belajar agar menjadi manusia yang pintar dan cerdas.
Di sisi lain mereka, bani Israel/Yahudi, mulai mengalihkan mata pencarian dari pertanian ke perdagangan. Mereka memahami dan mengalami bahwa kehidupan sebagai petani secara ekonomi kurang menguntungkan.
Hasil dari olah pikir dan ganti mata pencarian itu ternyata luar biasa. Pada awal abad ke 20 telah muncul orang orang Yahudi yang pintar dan cerdas.
Faktanya antara 1905 sampai 2014 ada 194 orang Yahudi yang berhasil mendapat hadiah Nobel. Jumlah itu setara dengan 23% dari jumlah penerima Nobel di seluruh dunia.