Tapi bagi Cecep Juhanda yang orang tuanya petani murni, ucapan itu rasanya merendahkan kemampuan petani. Kalau dana yang trilyunan itu diserahkan ke petani, tanaman pertama saja pasti sukses.
Soal mengatasi pembalakan dan penebangan liar yang ditanyakan Prof Mahfud, GRR enteng saja menjawab, cabut saja surat izinnya.
Lah, lupa atau gak tahu dia, yang namanya liar pasti tak ada surat izin. Apanya yang dicabut Sul ? Eh Ran ?
Kami heran juga tentang penguasaan bahasa Inggris dia. Pertama waktu mengucapkan literatur bahasa Inggris dengan lidah orang Indonesia. Misalnya singkatan SGIE. Dalam debat Cawapres 22 Desember dia lapalkan ES GE I E, seharusnya Es ji Ai I. Literasi nasional itu membuat Cak Imin agak bingung. Kalau diucapkan dalam lidah bule, mungkin Cawapres norut 1 itu langsung memahami.
Teman-teman heran, dia (GRR) kan lama tinggal di Singapura dan Australia, kenapa bahasa Inggrisnya masih jeblok ? Atau mungkin saja dia tinggal dan hanya bergaul dengan komunitas Melayu yang dalam keseharian menggunakan bahasa Melayu (Indonesia).
Ada yang bercanda, mereka-reka soal dinasti Jokowi. Kalau Gibran berhasil selama dua periode, nanti akan diteruskan oleh Kaesang Pangarep (dua periode). Setelah itu Yan Etes ( juga dua periode). Dan Kemudian anak Kahiyang Ayu dan seterusnya. Ini bisa menjadi dinasti yang panjang, bagai sungai Bengawan Solo yang mengalir sampai jauh dan berliku-liku.
Ada pula pertanyaan , apakah melihat penampilan sang anak yang full gimmick itu, Presiden Jokowi (sebagai ayah) tidak merasa malu hati ?
Atau jangan-jangan sengaja disuruh meledekin lawan debat yang tak lain adalah anak buah sang ayah ?
Lalu apakah Prabowo Subianto sendiri tidak sadar dan merasa terjebak ke dalam lingkaran ambisi dinasti Jokowi ?
Soalnya elektabilitas Prabowo meski masih di atas, masih tetap stagnan. Bahkan cenderung turun setelah “nekad” menerima Gibran jadi Cawa.