Oleh : Dedi Asikin (Wartawan Senior, Pengamat dan Aktivis Sosial)
KORANMANDALA.COM – Beberapa bulan lalu dia masih berkata, para menteri kepala daerah, gubenur, bupati dan wali kota harus netral. Begitupun TNI, Polri dan ASN. Tapi kemarin, lain lagi dia omon. Katanya mereka (menteri dan kepala daerah boleh kampanye, boleh memihak. Bahkan juga presiden, boleh kampanye, boleh memihak.
La la la kok begitu ? La iya begitu, emang. Pagi dele, sore tempe, ibarat air di daun keladi. Iya rupanya dulu mas Wiwi (Jokowi) belum baca pasal 281 dan 282 UU 7 tahun 2017 (tentang Pemilu).
Dalam pasal itu memang disebut, Presiden dan Wakil Presiden boleh melakukan kampanye. Syaratnya harus cuti dan tidak menggunakan fasilitas negara.
Tidak jelas apakah presiden yang dimaksud itu presiden petahana yang mencalonkan diri kembali ? Atau seperti dia sekarang, sudah menjabat dua kali dan Konstitusi tak membolehkan lagi.
Dalam pasal 283 UU yang sama sebenarnya ada pula larangan pejabat negara melakukan atau terlibat dalam kegiatan kampanye.
Memang UU itu sepertinya perlu ‘mufasir’ (penafsir) agar lebih jelas dan lugas, jangan bias.
Lagi pula kalau benar presiden (Jokowi) boleh berkampanye, tentu pemahamanya ia sebagai pribadi dan sebagai politikus.
Nah kalau bicara sebagai politikus, semua orang juga tahu bahwa mantan “sultan” Surakarta itu sampai sekarang masih tercatat sebagai kader dan politisi PDI-Perjuangan.
Berita-berita yang menyebut Jokowi sudah mundur, telah dibantah dan dinyatakan hoaxs.
Jadi keniscayaanya, yang benar mas Wiwi harus berkampanye untuk PDI-P dan capres paslon 03 (Ganjar-Mahfud).