Berhenti dengan sendirinya, sesuai konstitusi. Tapi tidak apa apa. Sejarah akan tetap mencatat, bahwa pernah ada perbuatan berupa keberanian menempuh keharusan meski kekuatan lawan tak sebanding.
Keberanian itu tidak koheren dengan kemenangan. Tapi rakyat penghuni negeri tahu persis bahwa sebuah sikap dan langkah penuh resiko telah dilakukan.
Lagi pula melawan seorang Joko Widodo hari hari ini, mana tahan. Dia yang kata banyak orang telah berubah perangai menjadi pemimpin yang egois. Bahkan nyaris otoriter. Jadi presiden rasa sultan. Yang telunjuknya lurus tapi kelingkingnya berkait.
Dia (JKW) sempat membangun benteng.Istana di dalam dijaga ponggawa dan oligarki. Di sana ada Muldoko dan Luhut Binsar Panjaitan yang siap pasang badan.
Di luar ada polisi dan TNI yang disamaktai water canon dan gas air mata. Juga pagar kawat berduri.
JKW, sempat mengangkat Kapolri (Listyo Sigit Prabowo) dan Panglima TNI (Agus Subianto). Mereka itu teman dekat. Waktu dia (Jokowi) jadi Walikota Solo, Sigit Prabowo menjabat Kapolres dan Agus menjabat Dandim.
Mereka bertemu lagi Jakarta. Sigit Prabowo sempat jadi ajudan presiden dan Agus pernah jadi Komandan Paspampres. Maching lah jadinya. Aman suraman dia.
Langkah apapun pasti dibackup. “Tenang saja Pak Jokowi , kami sudah ada di sini”.
Dan gejala itu sudah mulai tampak. Salah satunya, seorang bernama Palti di Kabupaten Batubara Sumatera Utara. Dia langsung diburu dan dimasukan jeruji besi. Gara-garanya lantaran mengunggah dan menviralkan video berisi percakapan antara pejabat Forkopinda.
Ada suara yang diduga suara Kapolres dengan isi percakapan itu antara lain mendorong para kepala desa mensukseskan pasangan calon presiden nomor urut O2.