OLEH : WIDI GARIBALDI
Undur-undur (hirudinea), larva Capung kecil yang bersarang di tumpukan pasir halus dan debu. Undur-undur yang dikenal pula sebagai Tembukur dalam bahasa Jawa, menjadi istimewa karena caranya berjalan. Bukan maju tapi mundur. Bukan pula mundur untuk maju, tetapi terus mundur, walaupun sebenarnya ia ingin melangkah maju.
Diibaratkan dengan upaya pemberantasan korupsi, itulah yang dialami Indonesia di awal tahun 2024 serta menjelang Pemilihan Presiden dan Wakilnya tanggal 14 Februari ini. Mundur dan mundur. Seperti Undur-undur. IPK (Indeks Persepsi Korupsi) atau Corruption Perception Index (CPI) Indonesia tak bergerak dari angka 34. Stagnan di angka 34, bila dibandingkan dengan tahun-tahun yang lalu. Malangnya lagi, peringkat merosot yang semula 110 dari 180 negara menjadi peringkat 115 dari 180 negara., sama dengan capaian tahun 2014.
Pada pemilihan Presiden tahun 2014, Jokowi berkoar-koar akan memberantas korupsi dan menempatkannya menjadi salah satu prioritas rencana kerja yang disebutnya sebagai Nawacita. Janji itu diulanginya lagi pada pemilihan Presiden tahun 2019. Kepada rakyat Indonesia, ia berjanji akan menegakkan sistem hukum yang bebas korupsi, bermartabat dan terpercaya. Tapi lacur ! Apa yang dijanjikannya itu benar-benar memperdaya Pemilih. Di akhir tahun pemerintahannya ini, upaya pemeberantasan korupsi bukan saja stagnan malahan mundur dibanding situasi 2014 tatkala ia memulai masa kepresidenannya. Kalau pada tahun 2014 Indonesia berada di peringkat 107 maka pada tahun 2023 RI berada di peringkat 115 dari 180 negara.
Sayang sekali. 10 tahun menjadi Presiden, Jokowi tak meninggalkan legacy yang menjadi dambaan. Suksesnya membangun infrastruktur dilupakan orang. Begitu pula kepiawaiannya melawan pandemi Covid-19. Bagaimana tidak ?
Dalam urusan pemberantasan korupsi saja, menurut catatan KPK sampai dengan tahun yang lalu, sedikitnya 27 Menteri/Lembaga Negara telah menjadi penghuni hotel prodeo Sukamiskin. 449 Kepala Daerah/Wakil, harus mempertanggungjawabkan perbuatannya di muka Meja Hijau karena menggerogoti uang rakyat. 503 orang Wakil-wakil kita di lembaga Legislatif DPR/DPRD juga menghianati kepercayaan yang kita berikan kepada mereka. Di samping itu, tercatat 5 orang Ketua Partai Politik, benar-benar hanya menjadikan partainya sebagai gelanggang untuk mencari keuntungan bagi diri sendiri.
C = M + D – A
Robert Klitgaard, seorang konsultan yang jasanya banyak diminta oleh berbagai negara untuk memberantas korupsi, memperkenalkan rumus mengapa korupsi sampai terjadi. Ia mengingatkan bahwa korupsi akan terjadi manakala C = M + D – A. Korupsi (C = orruption ) akan terjadi kalau M (onopoly power ) + wewenang pejabat (D = iscreation by officer) – A (countability).Jadi menurut Robert Klitgaard, makanakala kekuasaan digunakan oleh mereka yang berkuasa tanpa akuntabilitas, pasti akan terjadi, apa yang dinamakan korupsi.
Nah, sebenarnya sederhana bukan ? Ada atau tidak, kemauan untuk memberantas korupsi. Pada tahun 1998, di Cina kemauan itu demikian kuat. Zhu Rongji, Perdana Menteri Cina pada waktu itu sampai memerintahkan agar disediakan 100 peti mati. Bahwa dia bertekad bulat untuk memberantas korupsi ditandai dengan perintahnya 99 peti mati disediakan untuk para koruptor yang akan di dor dan sisanya 1 peti mati diperuntukkan baginya, manakala dia melakukan perbuatan yang merusak negara itu !
Bagaimana dengan kita, di Indonesia ? Boro-boro ***