Pun demikian dengan UNHAS Makasar. Rektor Jamaludin Jompa juga menyebut petisi itu tidak mewakili Unhas secara institusi.
Berkait dengan itu rektor pun menerbitkan makumat. Rektor meminta para civitas akademica tetap menjaga kondisi dan situasi. Perbincangan tidak mengarah ke provokatif dan intimidatif. Hargai perbedaan pilihan politik. Hindari kampanye hitam terhadap salah satu calon dan hindari informasi hoax. Tetap menjaga silaturahmi sesama civitas akademica meski beda pilihan.
Di UI Prof. Harkrismurti Harkrisnowo mengaku dapat tekanan setelah membacakan petisi di Depok tanggal 2 Februari 2024. Seorang yang mengaku alumni mengirim WA. Pengirim yang mengaku kini jadi seorang aparat berseragam, menekan agar tidak membawa bawa alumni karena tidak semua bersikap sama. Tekanan yang sama datang pula dari seorang mahasiswa. Ini menunjukan bahwa ada bilah bilah politik di seputar kampus.
Harapan besar, suara dari kampus itu menjadi pecut yang makin melecut gerakan daulat rakyat, tak terpenuhi sepertinya. Kampus yang selama ini dikenal sebagai kandang perjuangan masih memberi gambar buram.
Keberhasilan menurunkan sebuah dinasti seperti tahun 1998, masih berupa mimpi di siang hari. Daya ledak balon itu masih sporadis, seperti petasan sembab. Belum menyatu menjadi sebuah kekuatan dahsyat.
Kampus masih dikendali sikap toleransi kepada tirani. Pun demikian dengan komunitas civil society. Masih banyak pejabat negara yang nitip diri. Biar nurani dan harga diri hilang, yang penting tetap aman berada di lingkar kekuasaan.
Dalam sikon demikian, yang masih bisa diharap adalah campur tangan Tuhan. Semua hal musykil dan mustahil menjadi bukan tak mungkin.
Innamaa amruhuu idza araada syaian ay yakula lahuu qun fayaqun.- ***