Oleh : Dedi Asikin (Wartawan Senior, Pengamat dan Aktivis Sosial)
KORANMANDALA.COM – Mahfud MD sempat gamang memang. Itu dimata banyak orang. Jika yang lain membantah saya sendiri oke lah. Mahfud sejak awal sudah bilang mau mundur, tetapi cari momen yang pas.
Salah satu alasannya supaya tidak menyinggung banyak orang. Terutama presiden Jokowi.
Cak Empud, memang termasuk orang yang tak hanya punya akal, tetapi juga budi. Punya roso rumoso dan tepo sliro.
Empat tahun lalu pak Wiwiek memberinya jabatan negeri. Namanya Menteri Kordinator Politik, Hukum dan Keamanan. Sebuah jabatan yang bukan kaleng rombeng. Di jaman bung Karno, namanya wakil Perdana Menteri, seperti Dr. Soebandrio atau Chaerul Saleh.
Mahfud dianggap banyak orang telah melaksanakan tugas dengan baik. Malah kadang melebihi tupoksinya.
Hanya lantaran tidak mau terjebak dalam conflict of interes, dia rela mundur meninggalkan singgasana dan lingkar istana. Tanggal 31 Januari, dia ketemu presiden Jokowi. Datang katingal tarang undur katempo punduk. Amit mundur. Dan pak Wiwiek pun setuju sambil melempar sedikit senyum. Oke oce. Seraya menunjuk mendagri Tito Carnavian menjadi Plt.
Cak Empud melupakan rupiah yang setiap bulan diterima sebagai penghasilan seorang Menteri. Menurut literasi yang ditemui, take home pay seorang menteri bisa mencapai Rp.200 juta. Gaji pokoknya memang hanya Rp.13,7 juta tapi ada berbagai tunjangan plus Dana Opersional Menteri. Juga fasilitas jabatan berupa rumah dan mobil dengan plat nomor “INDONESIA”. Gengsi tinggi dan saku “merekis”.
Tapi ia harus omon good bye pada kursi empuk itu, gara gara menjadi calon wakil presiden. Padahal yang lain tidak. Sebut saja Prabowo Subianto (Menhan ), Gibran Rakabuming Raka (Walikota Solo) Zulkifli Hasan (Mendag) dan Airlangga Harto (Menek). Mereka tetap tak berminat mundur.
Soal Cak Empud yang terkesan sempat gamang, secara kelakar teman saya, Wisnu Wardhana SH,MH, menyebut Cak Empud harus masang kaca spion dulu, agar tidak nabrak orang ketika mundur. Padahal
para relawan dan pendukungnya, sering meneriakinya “tabrak Prof”.