Oleh : Dedi Asikin (Wartawan Senior, Pengamat dan Aktivis Sosial)
KORANMANDALA.COM – Megawati Soekarnoputri itu tidak muda lagi. Sudah nini-nini. Usianya 77 tahun. (lahir di Yogyakarta 23 Januari 1947). Fisiknya mungkin sudah mulai lemah. Kalau jalan, kadang harus dipapah.
Tapi yang patut diacungi jempol adalah semangatnya. Suaranya masih tinggi melengking memecah telinga khalayak. Terutama ketika sedang marah.
Kemarin di forum kordinasi relawan Ganjar-Mahfud banteng wadon itu marah besar.
Hai polisi, jangan kamu intimidasi lagi rakyatku !!!
Hai tentara, jangan lagi kau intimidasi rakyatku !!!.
Sàya menjuluki dia banteng wadon yang ketaton. Alasanya karena dia memang seorang perempuàn (wadon dalam bahasa Jawa). Ketaton itu terluka sebagai simbul perlawanan dalam mempertahankan harga diri.
Yang kedua identik dengan lambang partainya (PDIP) kepala banteng moncong putih. Yang ketiga ngamuknya seperti banteng matador sebuah budaya masyarakat Spanyol.
Jika ketaton (terluka) pasti ngamuk. Sradak sruduk kian kemari. Tak bisa ditafsir lain, kemarin itu Ketum memang berang tiada kepalang. Dia marah kepada polisi dan TNI juga para ASN karena banyak yang tidak netral.
Jika kita jeli menafsir, sesungguhnya kemarahan itu tertuju kepada presiden Joko Widodo.
Jokowi juga harus peka mendengar itu. Pasalnya sebagai Presiden, Jokowi itu panglima tertinggi TNI dan Polri. Dia juga pembina tertinggi ASN.
Si banteng wadon yang ketaton itu setidaknya menyinggung dua peristiwa yang dianggap intimidasi.
Pertama kasus Aiman Wicaksono. Wartwan Kompas TV itu diseruduk polisi gara gara, sebagai jubir Ganjar Mahfud dia menyebut ada polisi (tanpa pake oknum) melakukan intimidasi kepada penduduk dengan mengarahkan supaya memilih pasangan capres tertentu. Sebut saja 02, siapa takut !